KONSEP LEMBAGA
NEGARA
OLEH :
FACHRURROZY
AKMAL
JURUSAN ILMU
HUKUM
FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
MAKASSAR
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat rahmat serta karunianya kepada kita sehingga makalah tentang “KONSEPSI
LEMBAGA NEGARA” serta berbagai macam penjelasan menyeluruh di dalamnya
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
Terselesainya makalah ini tidak luput dari berbagi pihak
yang turut andil dalam prosesi pembuatan hingga prosesi penyelesaian.
Terima kasih yang sebesar besarnya saya haturkan kepada
dosen pembimbing yang telah membantu dalam prosesi pembelajaran sehingga dapat
terselesaikan tepat pada waktu yang direncanakan
Dukungan serta bantuan dari teman teman mahasiswa juga
tidak luput dari perhatian kami selaku penyusun untuk itu saya ucapkan banyak
terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
Makalah ini tidak luput dari kekurangan untuk itu kami
selaku penulis membuka tempat buat para kritikus kritikus dan pemberi saran
pembangun guna fungsi makalah ini agar lebih baik kedepannya.
assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Lembaga atau organ negara secara lebih dalam, kita dapat
mendekatinya dari pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ
dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kelsen menguraikan bahwa
“Whoever fulfills a function determined by the legal order is an
organ” Siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata
hukum (legal order) adalah suatu organ. Artinya, organ negara itu tidak selalu
berbentuk organik. Di samping organ yang berbentuk organik, lebih luas lagi,
setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pula disebut organ, asalkan
fungsi-fungsinya itu bersifat menciptakan norma (normcreating) dan/atau
bersifat menjalankan norma (norm applying). Parlemen yang menetapkan
undang-undang dan warga negara yang memilih para wakilnya melalui pemilihan
umum sama-sama merupakan organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang
mengadili dan menghukum penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman
tersebut di lembaga pemasyarakatan, adalah juga merupakan organ negara. Pendek
kata, dalam pengertian yang luas ini, organ negara itu identik dengan
individu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks kegiatan
bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public
offices) dan pejabat publik atau pejabat umum (public officials) Dalam setiap
pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok
yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk
atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya
(Inggris: form, Jerman: vorm) , sedangkan functie adalah gerakan wadah itu
sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang
disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya
fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik
namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang
lebih rendah.
B.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana Perkembangan konsep
kelembagaan negara ?
B.
Bagaimana Hubungan teori
kelembagaan negara dengan system kelembagaan negara di Indonesia ?
C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan
point rumusan masah tentang bagaimana konsep kelembagaan negara itu sendiri dan bagaimana hubungan
teori kelembagaan negara dengan system
yang ada di Indonesia kita dapat mengetahui dan menganalisis tentang hubungan teori kelembagaan negara
dan konsepnya yang berkembang di negara
Indonesia.
D. MANFAAT PENULISAN
Dalam
penulisan makalah ini kita dapat menarik beberapa manfaat khususnya manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Manfaat
teoritis : Manfaat teoritis yang kami maksudkan adalah bagaimana meningkatkan ketajaman pisau analisis kita
dalam mengetahui hubungan teori kelembagaan negara dan system
kelembagaan yang ada di indonesia
Manfaat
praktis : Bagi masyarakat pengguna khususnya pembaca yang selaku subjek hukum dalam negara ini dapat lebih
memahami bagaimana konsep negara kita yang diteropong
lewat perspektif kelembagaan negara sehingga
manfaat yang diraih kita tidak buta dalam hal memahami konsepsi
negara kita sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan konsep
kelembagaan negara
Sejak
dasawarsa 70-an abad ke XX, muncul gelombang liberalisasi politik,
ekonomi, dan kebudayaan di seluruh dunia. Gelombang liberalisasi ini menuntut
respons yang lebih adaptif dari organisasi Negara dan pemerintahan. Semakin
demokratis dan berorientasi pasar dari suatu Negara, maka semakin organisasi
Negara itu harus mengurangi perannya dan membatasi diri untuk tidak mencampuri
dinamika urusan masyarakat serta pasar yang mempunyai mekanisme kerjanya
sendiri.
Dengan perkataan lain, konsepsi Negara kesejahteraan yang sebelumnya mengidealkan perluasan tanggung jawab Negara kedalam urusan masyarakat dan pasar, pada masa kini dituntut untuka melakukan liberalisasi dengan mengurangi peran untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan umum yang lebih memenuhi harapan masyarakat. Dengan adanya tuntutan perkembangan itu, semua Negara dituntut untuk mengadakan pembaharuan disector birokrasi dan administrsi public. secara spesifik kami menjelaskan bahwa
Dengan perkataan lain, konsepsi Negara kesejahteraan yang sebelumnya mengidealkan perluasan tanggung jawab Negara kedalam urusan masyarakat dan pasar, pada masa kini dituntut untuka melakukan liberalisasi dengan mengurangi peran untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan umum yang lebih memenuhi harapan masyarakat. Dengan adanya tuntutan perkembangan itu, semua Negara dituntut untuk mengadakan pembaharuan disector birokrasi dan administrsi public. secara spesifik kami menjelaskan bahwa
a. Negara mengalami
perkembangan di mana kehidupan ekonomi dan sosial menjadi sangat kompleks yang
mengakibatkan badan eksekutif mengatur hampir seluruh kehidupan masyarakat.
b. Hampir semua negara modern mempunyai tujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya yang berkonsep negara kesejahteraan (Welfare State). Untuk mencapai tujuan tersebut negara dituntut menjalankan fungsi secara tepat, cepat dan komprehensip dari semua lembaga negara yang ada.
b. Hampir semua negara modern mempunyai tujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya yang berkonsep negara kesejahteraan (Welfare State). Untuk mencapai tujuan tersebut negara dituntut menjalankan fungsi secara tepat, cepat dan komprehensip dari semua lembaga negara yang ada.
c. Adanya keadaan dan
kebutuhan yang nyata, baik karena faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan
budaya di tengah dinamika gelombang pengaruh
globalisme versus lokalisme yang semakin komplek mengakibatkan
variasi struktur dan fungsi organisasi dan institusi-institusi kenegaraan
semakin berkembang.
d. Terjadinya transisi
demokrasi, yang mengakibatkan terjadinya berbagai kesulitan ekonomi,
dikarenakan terjadinya aneka perubahan sosial dan ekonomi. Negara yang
mengalami perubahan sosial dan ekonomi memaksa banyak negara melakukan
eksperimentasi kelembagaan (institutional experimentation).
Akibat kelamahan kelemahan paham
liberalisme dan kapitalisme klasik, pada abad ke-19 muncul paham sosialisme
yang sangat populer dan melahirkan doktrin walfare state atau Negara
kesejahteraan. Dalam paham Negara ini adalah tanggung jawab social Negara untuk
mengurusi nasib orang miskin sehingga negar berperan lebih, sehingga format
kelembagaan organisasi birokarasinya juga menjangkau kebutuhan yang luas. Dalam
bentuknya yang palim ekstrim muncul rezim Negara-negara komunis yang semua
urusan ditangani sendiri oleh birokrasi Negara sehingga ruang kebebasan dalam
masyarakat sangat sempit. Akibatnya birokarasi Negara kesejahteraan mengalami
inefisiensi. Di pihak lain kebebasan warga Negara menjadi terkungkung dan
ketakutan terus menghantui warga Negara. Maka ketika sampai pada abad ke 20
muncullah gelombang liberalisasi politik, ekonomi dan kebudayaan di seluruh
dunia dan aneka aspirasi meluas pula di setiap Negara yang pada pokoknya
mengarah pada aspirasi demokratisasi dan pengurangan peranan Negara, sehingga
Negara dituntut mengadakan pembaruan di sector birokrasi dan administrasi
public.
Jika kita ingin berbicara tentang kelanjutan perkembangan organisasi atau lembaga Negara, maka kita tidak bisa lepas dari apa yang terjadi di Inggris. Di Inggris, gejala perkembangan organisasi ini telah muncul sejak sebelum diperkenalkan kebijakan reorganisasi antara tahun 1972-1974. Pemerintahan local Inggris sudah biasa bekerja dengan menggunakan banyak ragam dan bentuk organisasi yang disebut joint committees, boards dan sebagainya untuk mencapai prinsip economi scale dalam rangka peningkatan pelayanan umum.
Dalam perkembangannya sampai sekarang, pemerintah inggris terus menciptakan beraneka ragam lembaga baru yang sangat kuat kekuasaannya dalam urusan-urusan yang sangat spesifik. Misalnya untuk program pembangunan pedesaan dibentuk badan-badan otoritas yang khusus manangani Rural Development Agencies di daerah-daerah mid-wales dan the Scottish Highlinds.
Perkembangan yang terjadi di Negara lain kurang lebih juga sama dengan apa yang terjadi di Inggris, sebabnya ialah karena berbagai kesulitan ekonomi dan ketidakstabilan akibat terjadinya berbagai perubahan social dan ekonomi memaksa banyak Negara melakukan eksperimentasi kelembagaan melalui berbagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai lebih efektif dan efisien baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Perubahan-perubahan itu terutama terjadi pada non elected agencies yang dapat dilakukan lebih fleksibel dibandingkan dengan elected agencies seperti parlemen.. tujuannya tidak lain adalah untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pelayanan umum benar-benar efektif, untuk itu birokrasi dituntut berubah menjadi slimming down bureaucracies yang pada intinya diliberalisasikan sedemikian rupa untuk memenuhi tuntutan perkembangan di era liberalisasi baru. Namun dalam pengalaman di banyak Negara , tujuan efisiensi dan efektivitas pelayanan umum tidak selalu berlangsung mulus sesuai dengan yang diharapkan. Oleh jarena itu kita perl.u belajar dari kekurangan dan kelemahan yang yang dialami oleh berbagai Negara, sehingga kecenderungan ikut-ikutan di Negara-negara yang sedang berkembang untuk meniru Negara maju dalam melakukan pembaharuan di berbagaio sector public dapat meminimalisasi potensi kegagalan yang tidak perlu.
Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai Negara di dunia dewasa ini, tumbuh cukup banyak variasi bentuk-bentuk organ atau kelembagaan Negara yahng deconcentrated dan decentralized. Menurut R. Rhodes, lembaga-lembaga ini mempunyai tiga peran utama :
1. Lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain
2. melakukan pemantauan dan memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah pusat
3. Mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat
Di Negara-negara demokrasi yang telah mapan, seperti di Amerika serikat dan Prancis, pada tiga dasawarsa terakhir abad ke 20, juga banyak pertumbuhan lembaga-lambaga Negara baru biasa disebut state auxiliary organs sebagai lembaga Negara yang bersifat penunjang. Diantara lembaga itu juga ada yang disebut self regulatory agencies, independent supervisory bodies atau lembaga yang manjalankan fungsi campuran antara fungsi-fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan justru dilakukan secara bersamaan.
Dewasa ini, di Amerika serikat, lembaga independent serupa di tingkat federal yang bersifat regulative dan pengawasan lebih dari 30-an. Semua lembaga tersebut bukan diperlakukan sebagai lembaga non pemerintahan, namun keberadaannya tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, ataupun kekuasaan kehakiman.
Dari pengalaman di berbagai Negara, dapat diketahui bahwa semua bentuk organisasi, badan, dewan, komisi, otorita, dan agencies yang dikemukakan diatas tumbuh dengan sangat cepat. Ketika ide pembaharuan kelembagaan diterima sebagai pendapat umum,maka di semua lini dan semua bidang orang berusaha untuk menerapkan ide pembentukan lembaga dengan idealisme, yaitu untuk modernisasi dan pembaruan menuju efisiensi dan efektifitas pelayanan.
Pengalaman praktek di banyak Negara menunjukkan bahwa tanpa adanya desain yang mencakup dan menyeluruh mengenai kebutuhan akan pembentukan lembaga-lambaga Negara tersebut, yang akan dihasilakan bukan efisiensi, tetapi malah inefisiensi dan mengacaukan fungsi-fungsi antar lembaga-lembaga Negara dalam mengefektifkan dan mengefisiensikan pelayanan umum. Apalagi jika Negara-negara yang sedang berkembang dipimpin oleh mereka yang mudah kagum untuk meniru begitu saja apa yang dipraktekan di Negara maju tanpa kesiapan social-budaya dan kerangka kelembagaan dari masyarakatnya untuk menerapkan ide-ide mulia yang datang dari dunia lain itu. Perubahan-perubahan dalam bentuk perombakan mendasar terhadap struktur kelembagaan Negara dan birokrasi pemerintahan di semua lapisan dapat dikatakan sangat luas dan mendasar. Apalagi dengan adanya perubahan UUD 1945, maka desain makro kerangka kelembagaan kita juga harus ditata kembali sesuai dengan cetak biru yang dimanfaatkan oleh UUD 1945 hasil 4 rangkaian perubahan pertama dalam sejarah republic kita. Kalau dalam prktik kita mendapati bahwa gagasan demi gagasan dan rancangan perubahan kelembagaan datang begitu saja , maka dapat dikatakan bahwa perombakan structural yang sedang terjadi berlangsung tanpa desain yang menyeluruh, persis yang terjadi di banyak Negara lain yang justru terbukti tidak menghasilakn efisiensi yang diharapkan. sedangkan di Indonesia sendiri Keberadaan lembaga negara bertujuan untuk mencapai tujuan negara. Hal itu dapat diperjelas kembali dengan melihat beberapa pendapat ahli. Menurut Sri Soemantri ditetapkannya lembaga-lembaga negara dalam Undang-Undang Dasar bertujuan untuk mencapai tujuan negara. Sebagaimana dijelaskan oleh Sri Soemantri sebagai berikut
Jika kita ingin berbicara tentang kelanjutan perkembangan organisasi atau lembaga Negara, maka kita tidak bisa lepas dari apa yang terjadi di Inggris. Di Inggris, gejala perkembangan organisasi ini telah muncul sejak sebelum diperkenalkan kebijakan reorganisasi antara tahun 1972-1974. Pemerintahan local Inggris sudah biasa bekerja dengan menggunakan banyak ragam dan bentuk organisasi yang disebut joint committees, boards dan sebagainya untuk mencapai prinsip economi scale dalam rangka peningkatan pelayanan umum.
Dalam perkembangannya sampai sekarang, pemerintah inggris terus menciptakan beraneka ragam lembaga baru yang sangat kuat kekuasaannya dalam urusan-urusan yang sangat spesifik. Misalnya untuk program pembangunan pedesaan dibentuk badan-badan otoritas yang khusus manangani Rural Development Agencies di daerah-daerah mid-wales dan the Scottish Highlinds.
Perkembangan yang terjadi di Negara lain kurang lebih juga sama dengan apa yang terjadi di Inggris, sebabnya ialah karena berbagai kesulitan ekonomi dan ketidakstabilan akibat terjadinya berbagai perubahan social dan ekonomi memaksa banyak Negara melakukan eksperimentasi kelembagaan melalui berbagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai lebih efektif dan efisien baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Perubahan-perubahan itu terutama terjadi pada non elected agencies yang dapat dilakukan lebih fleksibel dibandingkan dengan elected agencies seperti parlemen.. tujuannya tidak lain adalah untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pelayanan umum benar-benar efektif, untuk itu birokrasi dituntut berubah menjadi slimming down bureaucracies yang pada intinya diliberalisasikan sedemikian rupa untuk memenuhi tuntutan perkembangan di era liberalisasi baru. Namun dalam pengalaman di banyak Negara , tujuan efisiensi dan efektivitas pelayanan umum tidak selalu berlangsung mulus sesuai dengan yang diharapkan. Oleh jarena itu kita perl.u belajar dari kekurangan dan kelemahan yang yang dialami oleh berbagai Negara, sehingga kecenderungan ikut-ikutan di Negara-negara yang sedang berkembang untuk meniru Negara maju dalam melakukan pembaharuan di berbagaio sector public dapat meminimalisasi potensi kegagalan yang tidak perlu.
Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai Negara di dunia dewasa ini, tumbuh cukup banyak variasi bentuk-bentuk organ atau kelembagaan Negara yahng deconcentrated dan decentralized. Menurut R. Rhodes, lembaga-lembaga ini mempunyai tiga peran utama :
1. Lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain
2. melakukan pemantauan dan memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah pusat
3. Mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat
Di Negara-negara demokrasi yang telah mapan, seperti di Amerika serikat dan Prancis, pada tiga dasawarsa terakhir abad ke 20, juga banyak pertumbuhan lembaga-lambaga Negara baru biasa disebut state auxiliary organs sebagai lembaga Negara yang bersifat penunjang. Diantara lembaga itu juga ada yang disebut self regulatory agencies, independent supervisory bodies atau lembaga yang manjalankan fungsi campuran antara fungsi-fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan justru dilakukan secara bersamaan.
Dewasa ini, di Amerika serikat, lembaga independent serupa di tingkat federal yang bersifat regulative dan pengawasan lebih dari 30-an. Semua lembaga tersebut bukan diperlakukan sebagai lembaga non pemerintahan, namun keberadaannya tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, ataupun kekuasaan kehakiman.
Dari pengalaman di berbagai Negara, dapat diketahui bahwa semua bentuk organisasi, badan, dewan, komisi, otorita, dan agencies yang dikemukakan diatas tumbuh dengan sangat cepat. Ketika ide pembaharuan kelembagaan diterima sebagai pendapat umum,maka di semua lini dan semua bidang orang berusaha untuk menerapkan ide pembentukan lembaga dengan idealisme, yaitu untuk modernisasi dan pembaruan menuju efisiensi dan efektifitas pelayanan.
Pengalaman praktek di banyak Negara menunjukkan bahwa tanpa adanya desain yang mencakup dan menyeluruh mengenai kebutuhan akan pembentukan lembaga-lambaga Negara tersebut, yang akan dihasilakan bukan efisiensi, tetapi malah inefisiensi dan mengacaukan fungsi-fungsi antar lembaga-lembaga Negara dalam mengefektifkan dan mengefisiensikan pelayanan umum. Apalagi jika Negara-negara yang sedang berkembang dipimpin oleh mereka yang mudah kagum untuk meniru begitu saja apa yang dipraktekan di Negara maju tanpa kesiapan social-budaya dan kerangka kelembagaan dari masyarakatnya untuk menerapkan ide-ide mulia yang datang dari dunia lain itu. Perubahan-perubahan dalam bentuk perombakan mendasar terhadap struktur kelembagaan Negara dan birokrasi pemerintahan di semua lapisan dapat dikatakan sangat luas dan mendasar. Apalagi dengan adanya perubahan UUD 1945, maka desain makro kerangka kelembagaan kita juga harus ditata kembali sesuai dengan cetak biru yang dimanfaatkan oleh UUD 1945 hasil 4 rangkaian perubahan pertama dalam sejarah republic kita. Kalau dalam prktik kita mendapati bahwa gagasan demi gagasan dan rancangan perubahan kelembagaan datang begitu saja , maka dapat dikatakan bahwa perombakan structural yang sedang terjadi berlangsung tanpa desain yang menyeluruh, persis yang terjadi di banyak Negara lain yang justru terbukti tidak menghasilakn efisiensi yang diharapkan. sedangkan di Indonesia sendiri Keberadaan lembaga negara bertujuan untuk mencapai tujuan negara. Hal itu dapat diperjelas kembali dengan melihat beberapa pendapat ahli. Menurut Sri Soemantri ditetapkannya lembaga-lembaga negara dalam Undang-Undang Dasar bertujuan untuk mencapai tujuan negara. Sebagaimana dijelaskan oleh Sri Soemantri sebagai berikut
Tujuan negara kesatuan Republik Indonesia
dapat kita baca dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Adapun tujuan negara
Indonesia adalah
1. untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. untuk memajukan kesejahteraan umum;
3. untuk mencerdaskan kehidupan bangsa;dan
4. untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
2. untuk memajukan kesejahteraan umum;
3. untuk mencerdaskan kehidupan bangsa;dan
4. untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
B. Hubungan teori kelembagaan
negara dengan system kelembagaan di Indonesia.
A. Teori kelembagaan negara
Teori Pemisahan dan Teori
Pembagian Kekuasaan
1. DASAR TEORI
PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN NEGARA
Konsep dasar pembentukan kelembagaan Negara dikenal dengan 2 konsep, yaitu :
1. Teori pemisahan kekuasaan (Separation of Power)
2. Teori pembagian kekuasaan (Division of Power)
Konsep dasar pembentukan kelembagaan Negara dikenal dengan 2 konsep, yaitu :
1. Teori pemisahan kekuasaan (Separation of Power)
2. Teori pembagian kekuasaan (Division of Power)
Kedua teori
tersebut merupakan cikal bakal pembentukan lembaga negara (lahirnya lembaga
legislatif, eksekutif, dan yudisial). Lembaga negara tersebut berfungsi
melaksanakan kedaulatan rakyat.
Teori Pemisahan
Kekuasaan (Separation of Power)
Teori Pemisahaan Kekuasaan diperkenalkan olej John Locke (1632 – 1704) dan Montesqueie (1689 – 1755). Menurut John Locke, kekuasaan Negara di bagi 3 bentuk yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Federatif, dimana masing – masing kekuasaan ini terpisah antara satu dan yang lain.
• Legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan perundangan
• Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang – undang dan di dalamnya termasuk kekuasaan mengadili (dalam hal in John Locke memandang mengadili sebagai “ultvoering” yaitu dipandang sebagai
Teori Pemisahaan Kekuasaan diperkenalkan olej John Locke (1632 – 1704) dan Montesqueie (1689 – 1755). Menurut John Locke, kekuasaan Negara di bagi 3 bentuk yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Federatif, dimana masing – masing kekuasaan ini terpisah antara satu dan yang lain.
• Legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan perundangan
• Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang – undang dan di dalamnya termasuk kekuasaan mengadili (dalam hal in John Locke memandang mengadili sebagai “ultvoering” yaitu dipandang sebagai
termasuk
pelaksanaan undang – undang).
• Federatif adalah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan Negara dalam hubungannya dengan Negara lain (seperti hubungan luar negeri)
Adapun konsep dari John Locke disempurnakan oleh Montesqueie dalam bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois. Dimana Montesqueie menjabarkan kekuasaan menjadi 3 yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
• Legislatif adalah kekuasaan membuat undang – undang
• Eksekutif adalah kekuasaan menjalankan undang – undang (diutamakan tindakan di bidang politik luar negeri)
• Yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang – undang.
Menurut pendapat dari Montesqueie, semua kekuasaan itu harus terpisah satu sama lain baik mengenai fungsi, ataupun mengenai alat kelengkapan yang menyelenggarakannya. Terutama Montesqueie memisahkan kewenangan mengadili adalah bukan kewenangan dari eksekutif. Montesqueie memandang bahwa kekuasaan pengadilan adalah kekuasaan yang berdiri sendiri. Montesqueie berpendapat bahwa kemerdekaan akan dapat dijamin apabila ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu badan, melainkan tiga badan yang terpisah. Inilah yang menjadi dasar pemikiran Montesqueie sebagai Separation of Power.
• Federatif adalah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan Negara dalam hubungannya dengan Negara lain (seperti hubungan luar negeri)
Adapun konsep dari John Locke disempurnakan oleh Montesqueie dalam bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois. Dimana Montesqueie menjabarkan kekuasaan menjadi 3 yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
• Legislatif adalah kekuasaan membuat undang – undang
• Eksekutif adalah kekuasaan menjalankan undang – undang (diutamakan tindakan di bidang politik luar negeri)
• Yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang – undang.
Menurut pendapat dari Montesqueie, semua kekuasaan itu harus terpisah satu sama lain baik mengenai fungsi, ataupun mengenai alat kelengkapan yang menyelenggarakannya. Terutama Montesqueie memisahkan kewenangan mengadili adalah bukan kewenangan dari eksekutif. Montesqueie memandang bahwa kekuasaan pengadilan adalah kekuasaan yang berdiri sendiri. Montesqueie berpendapat bahwa kemerdekaan akan dapat dijamin apabila ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu badan, melainkan tiga badan yang terpisah. Inilah yang menjadi dasar pemikiran Montesqueie sebagai Separation of Power.
Teori
Pembagian Kekuasaan (Division of Power)
Teori pembagian kekuasaan merupakan kelanjutan dari teori pemisahaan kekuasaan. Pada dasarnya teori pemisahaan kekuasaan dianggap sebagai yang paling mencerminkan Trias Politica. Namun demikian, walaupun ketiga fungsi tersebut telah dipisahkan, masih dirasakan perlu untuk menjamin bahwa masing kekuasaan tidak melampaui batas – batas dari kekuasaannya. Oleh karena itu, untuk mencegah hal seperti itu, maka diadakan suatu system yang bernama “check and balances”.
Adapun tujuan dari check and balances adalah agar dapat dilakukannya pengawasan dan untuk mengimbangi fungsi kekuasaan lainnya. Sistem ini mengakibatkan fungsi kekuasaan yang satu dengan yang lainnya dapat turut campur dalam batasan tertentu terhadap fungsi kekuasaan yang lain. Hal ini bukan dimaksudkan untuk memperbesar efisien kerja, melainkan untuk membatasi kekuasaan dari setiap fungsi agar lebih efektif.
Dikarenakan hal tersebut, maka mulai dikenal lah teori pembagian kekuasaan yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoknya saja yang dibedakan menurut sifatnya, serta diserahkan kepada badan yang berbeda, tetapi untuk selebihnya kerja sama di antara fungsi – fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi. Teori pembagian kekuasaan secara garis besar dianggap sebagai usaha untuk membendung kecenderungan lembaga – lembaga kenegaraan untuk melampaui batas kewenangan, yang memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang- wenang.
Teori pembagian kekuasaan merupakan kelanjutan dari teori pemisahaan kekuasaan. Pada dasarnya teori pemisahaan kekuasaan dianggap sebagai yang paling mencerminkan Trias Politica. Namun demikian, walaupun ketiga fungsi tersebut telah dipisahkan, masih dirasakan perlu untuk menjamin bahwa masing kekuasaan tidak melampaui batas – batas dari kekuasaannya. Oleh karena itu, untuk mencegah hal seperti itu, maka diadakan suatu system yang bernama “check and balances”.
Adapun tujuan dari check and balances adalah agar dapat dilakukannya pengawasan dan untuk mengimbangi fungsi kekuasaan lainnya. Sistem ini mengakibatkan fungsi kekuasaan yang satu dengan yang lainnya dapat turut campur dalam batasan tertentu terhadap fungsi kekuasaan yang lain. Hal ini bukan dimaksudkan untuk memperbesar efisien kerja, melainkan untuk membatasi kekuasaan dari setiap fungsi agar lebih efektif.
Dikarenakan hal tersebut, maka mulai dikenal lah teori pembagian kekuasaan yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoknya saja yang dibedakan menurut sifatnya, serta diserahkan kepada badan yang berbeda, tetapi untuk selebihnya kerja sama di antara fungsi – fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi. Teori pembagian kekuasaan secara garis besar dianggap sebagai usaha untuk membendung kecenderungan lembaga – lembaga kenegaraan untuk melampaui batas kewenangan, yang memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang- wenang.
B. Sistem kelembagaan di
indonesia
Sistem
yang dianut oleh Indonesia sendiri yakni sistem kelembagaan yang menerapkan sebuah sistem presidensil
yang didalamnnya saling berkaitan antara
legisltif, eksekutif dan yudikatif system ini berpatokan pada Undang undang dasar 1945.
Diawal telah
dijelaskan bahwa terdapat 3 bentuk fungsi lembaga Negara, yaitu legislative,
eksekutif, yudikatif dengan masing – masing kewenangannya.
Fungsi Legislatif
Legislatif secara etimologis berasal dari kata legislate yang berarti membuat undang – undang. Lagislatif biasa disebut sebagai parlemen atau dewan perwakilan rakyat.
Di Indonesia sendiri kewenangan legislative (Dewan Perwakilan Rakyat) tercantum dalam pasal 20A UUD 1945. Namun pada intinya, terdapat 3 fungsi yang menjadi kewenangan badan legislative yaitu :
1. Fungsi Legislasi, adalah tugas utama dari badan legislative yaitu untuk membuat peraturan perundangan untuk menentukan arah kebijakannya.
Menurut Prof. Philipus M Hadjon, DPR Indonesia melakukan fungsi “medewetgeving” yang berarti ikut serta membuat undang – undang. Hal ini dikarenakan UU Indonesia adalah produk bersama dengan Presiden.
2. Fungsi Anggaran (Budgeting/Begrooting), legislatif mempunyai kewenangan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara
3. Fungsi Pengawasan (Monitoring), legislatif mempunyai fungsi untuk mengawasi dan mengontrol aktifitas badan eksekutif. Hal ini ditujukan agar eksekutif melakukan sesuai dengan kebijakan apa yang telah ditetapkan oleh legislatif. Pengawasan dilakukan melalui sidang – sidang panitia legislatif dan melalui hak – hak control khusus yang dimiliki oleh legislatif, seperti hak bertanya, interplasi, hak angket, mosi dan sebagainya.
Tiga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh legislatif terhadap eksekutif, adalah control of executive, control of expenditure, dan control of taxation.
Selain ketiga fungsi legislatif diatas, terdapat fungsi lain seperti mensahkan (ratify) perjanjian internasional yang dibuat oleh badan eksekutif.
Legislatif secara etimologis berasal dari kata legislate yang berarti membuat undang – undang. Lagislatif biasa disebut sebagai parlemen atau dewan perwakilan rakyat.
Di Indonesia sendiri kewenangan legislative (Dewan Perwakilan Rakyat) tercantum dalam pasal 20A UUD 1945. Namun pada intinya, terdapat 3 fungsi yang menjadi kewenangan badan legislative yaitu :
1. Fungsi Legislasi, adalah tugas utama dari badan legislative yaitu untuk membuat peraturan perundangan untuk menentukan arah kebijakannya.
Menurut Prof. Philipus M Hadjon, DPR Indonesia melakukan fungsi “medewetgeving” yang berarti ikut serta membuat undang – undang. Hal ini dikarenakan UU Indonesia adalah produk bersama dengan Presiden.
2. Fungsi Anggaran (Budgeting/Begrooting), legislatif mempunyai kewenangan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara
3. Fungsi Pengawasan (Monitoring), legislatif mempunyai fungsi untuk mengawasi dan mengontrol aktifitas badan eksekutif. Hal ini ditujukan agar eksekutif melakukan sesuai dengan kebijakan apa yang telah ditetapkan oleh legislatif. Pengawasan dilakukan melalui sidang – sidang panitia legislatif dan melalui hak – hak control khusus yang dimiliki oleh legislatif, seperti hak bertanya, interplasi, hak angket, mosi dan sebagainya.
Tiga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh legislatif terhadap eksekutif, adalah control of executive, control of expenditure, dan control of taxation.
Selain ketiga fungsi legislatif diatas, terdapat fungsi lain seperti mensahkan (ratify) perjanjian internasional yang dibuat oleh badan eksekutif.
Fungsi
Eksekutif
Menurut trias politca, fungsi dari eksekutif adalah melaksanakan kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkan oleh legislatif. Namun seiring dengan perkembangan zaman, eksekutif memiliki fungsi lain yang tak hanya melaksanakan undang – undang saja. Adapun fungsi dari eksekutif adalah :
1. Diplomatik : menyelanggarakan hubungan diplomatic dengan Negara lain
2. Administratif : melaksanakan undang – undang serta peraturan – peraturan lain dan menyelenggarakan administrative Negara
3. Militer : mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang sserta keamanan dan pertahanan negara.
4. Yudikatif : memberikan grasi, amensti, abolisi, dan sebagainya
5. Legislatif : merencanakan undang – undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang – undang.
Menurut trias politca, fungsi dari eksekutif adalah melaksanakan kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkan oleh legislatif. Namun seiring dengan perkembangan zaman, eksekutif memiliki fungsi lain yang tak hanya melaksanakan undang – undang saja. Adapun fungsi dari eksekutif adalah :
1. Diplomatik : menyelanggarakan hubungan diplomatic dengan Negara lain
2. Administratif : melaksanakan undang – undang serta peraturan – peraturan lain dan menyelenggarakan administrative Negara
3. Militer : mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang sserta keamanan dan pertahanan negara.
4. Yudikatif : memberikan grasi, amensti, abolisi, dan sebagainya
5. Legislatif : merencanakan undang – undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang – undang.
Fungsi Yudikatif
Yudikatif merupakan lembaga negara yang berwenang untuk mengadili setiap pelanggaran perundang – undangan yang ada. Adapun setiap negara memiliki konsep yudikatif yang berbeda. Apabila kita berbicara yudikatif, maka harus dimulai dengan memisahkan dengan system hukum yang ada, yaitu system Anglo Saxon dan Eropa Continental.
Dalam system hukum Anglo Saxon, disamping undang – undang yang dibuat oleh parlemen, juga terdapat hukum sebagai common law atau hukum kebiasaan yang dirumuskan oleh hakim. Dengan kata lain hakim juga dapat membuat hukum dengan keputusannya yang lebih dikenal dengan nama Judge – made – law.
Sementara dalam system hukum Eropa Continental, hukum telah dikodifikasikan dengan rapi. Oleh karena itu, hakim dalam memeriksa perkara hanya berdasar peraturan hukum yang ada dalam UU saja. Namun apabila ternyata UU belum mengatur suatu hal, maka hakim dapat memberikan keputusan sendiri (Ius Curia Novit), tanpa terikat dengan precedent
Di Indonesia sendiri, fungsi yudikatif menurut UUD 1945 dilakukan oleh MA dan badan peradilan dibawahnya dan oleh sebuah MK.
Yudikatif merupakan lembaga negara yang berwenang untuk mengadili setiap pelanggaran perundang – undangan yang ada. Adapun setiap negara memiliki konsep yudikatif yang berbeda. Apabila kita berbicara yudikatif, maka harus dimulai dengan memisahkan dengan system hukum yang ada, yaitu system Anglo Saxon dan Eropa Continental.
Dalam system hukum Anglo Saxon, disamping undang – undang yang dibuat oleh parlemen, juga terdapat hukum sebagai common law atau hukum kebiasaan yang dirumuskan oleh hakim. Dengan kata lain hakim juga dapat membuat hukum dengan keputusannya yang lebih dikenal dengan nama Judge – made – law.
Sementara dalam system hukum Eropa Continental, hukum telah dikodifikasikan dengan rapi. Oleh karena itu, hakim dalam memeriksa perkara hanya berdasar peraturan hukum yang ada dalam UU saja. Namun apabila ternyata UU belum mengatur suatu hal, maka hakim dapat memberikan keputusan sendiri (Ius Curia Novit), tanpa terikat dengan precedent
Di Indonesia sendiri, fungsi yudikatif menurut UUD 1945 dilakukan oleh MA dan badan peradilan dibawahnya dan oleh sebuah MK.
C. Hubungan teori kelembagaan
negara dengan system kelembagaan di Indonesia
jelas hubungan keterkaitan antara teori tentang kelembagaan negara
dan system yang ada di Indonesia saling berkaitan sebab Indonesia menganut
system presidensil yakni kelembagaan yang berbentuk eksekutif yudikatif dan
legislative sehingga terbaginya sebuah kewenangan kerja demi sebuah tujuan
negara. dengan adanya pembagian kekuasaan dan pemisahan kekuasaan yang dianut
Indonesia yang melahirkan konsekuensi gradasi eksekutif legislative dan
yudikatif yang secara langsung kita menerapkan skema trias politica yang saling
berkaitan dalam menjalankan roda kenegaraan. dan dengan adanya system pembagian
kekuasaan dan pemisahan kekuasaan dirasakan perlu untuk menjamin bahwa masing
kekuasaan tidak melampaui batas – batas dari kekuasaannya. Oleh karena itu,
untuk mencegah hal seperti itu, maka diadakan suatu system yang bernama “check
and balances”. yang dimana system inipun bertujuan agar
membendung kecenderungan lembaga – lembaga kenegaraan untuk melampaui batas kewenangan, yang memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang- wenang. namun ada beberapa UUD yang sudah di amandemnen sebnyaka 4 kali, jika di tinjau lebih lanjut sistem kelembagaan ini memang sudah sejalan namun penganut sistem ini masih mengabdi kepada kapitalisme dan neoliberalisme yang membat negara ini kacau akibat regulasi yang ssemakin tdk menegdepankan UUD 45 begitu banyak regulasi yang dibuat dan disepakati oleh komprador-komparador kapitalisme dan neolliberalisme tanpa ada transparansi kepada Rakyat indonesia, yang seringkali menimbulakan ketimpangan dikalangan masyarakat menengah sampai kepada kaum-kaum grassort, sistem yang dianut ini sudah lama dipakai oleh Indonesia namun selalu gagal membentuk sebuah negara yang mandiri yang menajdikan rakyatnya makmur.
membendung kecenderungan lembaga – lembaga kenegaraan untuk melampaui batas kewenangan, yang memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang- wenang. namun ada beberapa UUD yang sudah di amandemnen sebnyaka 4 kali, jika di tinjau lebih lanjut sistem kelembagaan ini memang sudah sejalan namun penganut sistem ini masih mengabdi kepada kapitalisme dan neoliberalisme yang membat negara ini kacau akibat regulasi yang ssemakin tdk menegdepankan UUD 45 begitu banyak regulasi yang dibuat dan disepakati oleh komprador-komparador kapitalisme dan neolliberalisme tanpa ada transparansi kepada Rakyat indonesia, yang seringkali menimbulakan ketimpangan dikalangan masyarakat menengah sampai kepada kaum-kaum grassort, sistem yang dianut ini sudah lama dipakai oleh Indonesia namun selalu gagal membentuk sebuah negara yang mandiri yang menajdikan rakyatnya makmur.
BAB III
PENUTUP
A.
ANALISIS
Ketika Undang-Undang Dasar 1945 disahkan
tanggal 18 Agustus 1945, maupun diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5
Juli 1959, dikatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidaklah menganut asas
pemisahan kekuasaan (separation of powers) secara ketat, sebagaimana dikenal
dalam doktrin “trias politica” Montesqeui. Sejauh mengenai kewenangan lembaga
negara yang menangani kekuasaan kehakiman (yudikatif), pemisahan kekuasaan yang
tegas antara lembaga ini dengan lembaga-lembaga lain memang telah dirumuskan
sejak awal penyusunan Undang-Undang Dasar 1945. Namun dalam hubungan antara
“eksekutif” dengan “legislatif” sejak awal tidaklah terjadi pemisahan
kekuasaan, melainkan “pembagian kekuasaan” (division of powers). Dalam hal
pembentukan undang-undang, DPR berbagi kewenangan dengan Presiden. Dalam hal
menetapkan APBN, Presiden juga berbagi kewenangan dengan DPR, apalagi
pengesahan APBN haruslah dilakukan dengan undang-undang, yang kewenangan
Presiden dan DPR adalah sama kuatnya. Namun dalam melaksanakan undang-undang,
termasuk dalam menggunakan seluruh anggaran negara yang telah disepakati dalam
undang-undang tentang APBN, kewenangan Presiden tidaklah dibagi dengan DPR.
Presiden melaksanakannya sendiri. Namun, dalam konteks pelaksanaan itu, DPR
memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Presiden.
B.
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
konsep organ negara dan lembaga negara itu sangat luas maknanya, sehingga tidak
dapat dipersempit hanya pada pengertian ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif,
dan yudikatif. Pengertian lembaga negara dapat dikelompokkan ke dalam lima
pengertian, yaitu: Pertama, dalam arti yang paling luas, organ negara adalah
mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi law-creating dan law-applying;
Kedua, organ negara dalam arti luas tetapi lebih sempit dari pengertian
pertama, yaitu mencakup individu yang menjalankan fungsi law-creating atau
law-applying dan juga mempunyai posisi sebagai atau dalam struktur jabatan
kenegaraan atau jabatan pemerintahan; Ketiga organ negara dalam arti lebih
sempit, yaitu badan atau organisasi yang menjalankan fungsi law-creating
dan/atau law-applying dalam kerangka struktur dan sistem kenegaraan atau
pemerintahan; Keempat, yang lebih sempit lagi, organ atau lernbaga negara itu
hanya terbatas pada pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan
UUD, UU, atau oleh peraturan yang lebih rendah; Kelima, di samping keempat
pengertian di atas, untuk memberikan kekhususan kepada lembaga-lembaga negara
yang berada di tingkat pusat yang pembentukannya diatur dan ditentukan oleh UUD
1945.
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar
Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gambling 101 - Casino - JT Hub
BalasHapusWith an 전라남도 출장마사지 open-world world 당진 출장안마 of 남양주 출장마사지 gaming 강릉 출장샵 and world-class restaurants, gaming, live entertainment and a world 대구광역 출장마사지 of entertainment, JT Hub is the ideal place to stay and