Rabu, 03 September 2014

KONSEPSI LEMBAGA NEGARA


KONSEP LEMBAGA NEGARA
LOGO UIN.jpg

OLEH :
FACHRURROZY AKMAL
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
MAKASSAR 2014




KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat rahmat serta karunianya kepada kita sehingga makalah tentang “KONSEPSI LEMBAGA NEGARA” serta berbagai macam penjelasan menyeluruh di dalamnya dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya
Terselesainya makalah ini tidak luput dari berbagi pihak yang turut andil dalam prosesi pembuatan hingga prosesi penyelesaian.
Terima kasih yang sebesar besarnya saya haturkan kepada dosen pembimbing yang telah membantu dalam prosesi pembelajaran sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktu yang direncanakan
Dukungan serta bantuan dari teman teman mahasiswa juga tidak luput dari perhatian kami selaku penyusun untuk itu saya ucapkan banyak terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
Makalah ini tidak luput dari kekurangan untuk itu kami selaku penulis membuka tempat buat para kritikus kritikus dan pemberi saran pembangun guna fungsi makalah ini agar lebih baik kedepannya.
assalamualikum warahmatullahi wabarakatuh

                                                                                                            Penulis





BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG MASALAH
            Lembaga atau organ negara secara lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ” Siapa saja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ. Artinya, organ negara itu tidak selalu berbentuk organik. Di samping organ yang berbentuk organik, lebih luas lagi, setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pula disebut organ, asalkan fungsi-fungsinya itu bersifat menciptakan norma (normcreating) dan/atau bersifat menjalankan norma (norm applying). Parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang memilih para wakilnya melalui pemilihan umum sama-sama merupakan organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan, adalah juga merupakan organ negara. Pendek kata, dalam pengertian yang luas ini, organ negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public offices) dan pejabat publik atau pejabat umum (public officials) Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya (Inggris: form, Jerman: vorm) , sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.






B.      RUMUSAN MASALAH

A.      Bagaimana Perkembangan konsep kelembagaan negara ?
B.      Bagaimana Hubungan teori kelembagaan negara dengan system kelembagaan negara di Indonesia ?


C.      TUJUAN PENULISAN
                Berdasarkan point rumusan masah tentang bagaimana konsep kelembagaan     negara itu sendiri dan bagaimana hubungan teori kelembagaan negara dengan     system yang ada di Indonesia kita dapat mengetahui dan menganalisis tentang                hubungan teori kelembagaan negara dan konsepnya yang berkembang di           negara Indonesia.
               
D.      MANFAAT PENULISAN
                Dalam penulisan makalah ini kita dapat menarik beberapa manfaat khususnya   manfaat teoritis dan manfaat praktis.
                Manfaat teoritis : Manfaat teoritis yang kami maksudkan adalah bagaimana                                                           meningkatkan ketajaman pisau analisis kita dalam mengetahui                                     hubungan teori kelembagaan negara dan system kelembagaan                                        yang ada di indonesia
                Manfaat praktis : Bagi masyarakat pengguna khususnya pembaca yang selaku                                                       subjek hukum dalam negara ini dapat lebih memahami                                                                   bagaimana konsep negara kita yang diteropong lewat                                                                                perspektif kelembagaan negara sehingga manfaat yang diraih                                                                    kita tidak buta dalam hal memahami konsepsi negara kita                                                             sendiri






BAB II
PEMBAHASAN

A.      Perkembangan konsep kelembagaan negara
                Sejak dasawarsa 70-an abad ke XX, muncul gelombang liberalisasi politik, ekonomi, dan kebudayaan di seluruh dunia. Gelombang liberalisasi ini menuntut respons yang lebih adaptif dari organisasi Negara dan pemerintahan. Semakin demokratis dan berorientasi pasar dari suatu Negara, maka semakin organisasi Negara itu harus mengurangi perannya dan membatasi diri untuk tidak mencampuri dinamika urusan masyarakat serta pasar yang mempunyai mekanisme kerjanya sendiri.
Dengan perkataan lain, konsepsi Negara kesejahteraan yang sebelumnya mengidealkan perluasan tanggung jawab Negara kedalam urusan masyarakat dan pasar, pada masa kini dituntut untuka melakukan liberalisasi dengan mengurangi peran untuk menjamin efisiensi dan efektifitas pelayanan umum yang lebih memenuhi harapan masyarakat. Dengan adanya tuntutan perkembangan itu, semua Negara dituntut untuk mengadakan pembaharuan disector birokrasi dan administrsi public. secara spesifik kami menjelaskan bahwa
a.    Negara mengalami perkembangan di mana kehidupan ekonomi dan sosial menjadi sangat kompleks yang mengakibatkan badan eksekutif mengatur hampir seluruh kehidupan masyarakat.
b.    Hampir semua negara modern mempunyai tujuan untuk mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya yang berkonsep negara kesejahteraan (Welfare State). Untuk mencapai tujuan tersebut negara dituntut menjalankan fungsi secara tepat, cepat dan komprehensip dari semua lembaga negara yang ada.
c.    Adanya keadaan dan kebutuhan yang nyata, baik karena faktor-faktor sosial, ekonomi, politik dan budaya  di tengah dinamika gelombang pengaruh globalisme versus lokalisme yang semakin komplek mengakibatkan variasi struktur dan fungsi organisasi dan institusi-institusi kenegaraan semakin berkembang.

d.    Terjadinya transisi demokrasi, yang mengakibatkan terjadinya berbagai kesulitan ekonomi, dikarenakan terjadinya aneka perubahan sosial dan ekonomi. Negara yang mengalami perubahan sosial dan ekonomi memaksa banyak negara melakukan eksperimentasi kelembagaan (institutional experimentation).
Akibat kelamahan kelemahan paham liberalisme dan kapitalisme klasik, pada abad ke-19 muncul paham sosialisme yang sangat populer dan melahirkan doktrin walfare state atau Negara kesejahteraan. Dalam paham Negara ini adalah tanggung jawab social Negara untuk mengurusi nasib orang miskin sehingga negar berperan lebih, sehingga format kelembagaan organisasi birokarasinya juga menjangkau kebutuhan yang luas. Dalam bentuknya yang palim ekstrim muncul rezim Negara-negara komunis yang semua urusan ditangani sendiri oleh birokrasi Negara sehingga ruang kebebasan dalam masyarakat sangat sempit. Akibatnya birokarasi Negara kesejahteraan mengalami inefisiensi. Di pihak lain kebebasan warga Negara menjadi terkungkung dan ketakutan terus menghantui warga Negara. Maka ketika sampai pada abad ke 20 muncullah gelombang liberalisasi politik, ekonomi dan kebudayaan di seluruh dunia dan aneka aspirasi meluas pula di setiap Negara yang pada pokoknya mengarah pada aspirasi demokratisasi dan pengurangan peranan Negara, sehingga Negara dituntut mengadakan pembaruan di sector birokrasi dan administrasi public.
Jika kita ingin berbicara tentang kelanjutan perkembangan organisasi atau lembaga Negara, maka kita tidak bisa lepas dari apa yang terjadi di Inggris. Di Inggris, gejala perkembangan organisasi ini telah muncul sejak sebelum diperkenalkan kebijakan reorganisasi antara tahun 1972-1974. Pemerintahan local Inggris sudah biasa bekerja dengan menggunakan banyak ragam dan bentuk organisasi yang disebut joint committees, boards dan sebagainya untuk mencapai prinsip economi scale dalam rangka peningkatan pelayanan umum.
Dalam perkembangannya sampai sekarang, pemerintah inggris terus menciptakan beraneka ragam lembaga baru yang sangat kuat kekuasaannya dalam urusan-urusan yang sangat spesifik. Misalnya untuk program pembangunan pedesaan dibentuk badan-badan otoritas yang khusus manangani Rural Development Agencies di daerah-daerah mid-wales dan the Scottish Highlinds.
Perkembangan yang terjadi di Negara lain kurang lebih juga sama dengan apa yang terjadi di Inggris, sebabnya ialah karena berbagai kesulitan ekonomi dan ketidakstabilan akibat terjadinya berbagai perubahan social dan ekonomi memaksa banyak Negara melakukan eksperimentasi kelembagaan melalui berbagai bentuk organ pemerintahan yang dinilai lebih efektif dan efisien baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Perubahan-perubahan itu terutama terjadi pada non elected agencies yang dapat dilakukan lebih fleksibel dibandingkan dengan elected agencies seperti parlemen.. tujuannya tidak lain adalah untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pelayanan umum benar-benar efektif, untuk itu birokrasi dituntut berubah menjadi slimming down bureaucracies yang pada intinya diliberalisasikan sedemikian rupa untuk memenuhi tuntutan perkembangan di era liberalisasi baru. Namun dalam pengalaman di banyak Negara , tujuan efisiensi dan efektivitas pelayanan umum tidak selalu berlangsung mulus sesuai dengan yang diharapkan. Oleh jarena itu kita perl.u belajar dari kekurangan dan kelemahan yang yang dialami oleh berbagai Negara, sehingga kecenderungan ikut-ikutan di Negara-negara yang sedang berkembang untuk meniru Negara maju dalam melakukan pembaharuan di berbagaio sector public dapat meminimalisasi potensi kegagalan yang tidak perlu.
Di tingkat pusat atau nasional, di berbagai Negara di dunia dewasa ini, tumbuh cukup banyak variasi bentuk-bentuk organ atau kelembagaan Negara yahng deconcentrated dan decentralized. Menurut R. Rhodes, lembaga-lembaga ini mempunyai tiga peran utama :
1. Lembaga-lembaga tersebut mengelola tugas yang diberikan pemerintah pusat dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan berbagai lembaga lain
2. melakukan pemantauan dan memfasilitasi pelaksanaan berbagai kebijakan pemerintah pusat
3. Mewakili kepentingan daerah dalam berhadapan dengan pusat

Di Negara-negara demokrasi yang telah mapan, seperti di Amerika serikat dan Prancis, pada tiga dasawarsa terakhir abad ke 20, juga banyak pertumbuhan lembaga-lambaga Negara baru biasa disebut state auxiliary organs sebagai lembaga Negara yang bersifat penunjang. Diantara lembaga itu juga ada yang disebut self regulatory agencies, independent supervisory bodies atau lembaga yang manjalankan fungsi campuran antara fungsi-fungsi regulatif, administratif, dan fungsi penghukuman yang biasanya dipisahkan justru dilakukan secara bersamaan.
Dewasa ini, di Amerika serikat, lembaga independent serupa di tingkat federal yang bersifat regulative dan pengawasan lebih dari 30-an. Semua lembaga tersebut bukan diperlakukan sebagai lembaga non pemerintahan, namun keberadaannya tidak berada dalam ranah cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, ataupun kekuasaan kehakiman.
Dari pengalaman di berbagai Negara, dapat diketahui bahwa semua bentuk organisasi, badan, dewan, komisi, otorita, dan agencies yang dikemukakan diatas tumbuh dengan sangat cepat. Ketika ide pembaharuan kelembagaan diterima sebagai pendapat umum,maka di semua lini dan semua bidang orang berusaha untuk menerapkan ide pembentukan lembaga dengan idealisme, yaitu untuk modernisasi dan pembaruan menuju efisiensi dan efektifitas pelayanan.
Pengalaman praktek di banyak Negara menunjukkan bahwa tanpa adanya desain yang mencakup dan menyeluruh mengenai kebutuhan akan pembentukan lembaga-lambaga Negara tersebut, yang akan dihasilakan bukan efisiensi, tetapi malah inefisiensi dan mengacaukan fungsi-fungsi antar lembaga-lembaga Negara dalam mengefektifkan dan mengefisiensikan pelayanan umum. Apalagi jika Negara-negara yang sedang berkembang dipimpin oleh mereka yang mudah kagum untuk meniru begitu saja apa yang dipraktekan di Negara maju tanpa kesiapan social-budaya dan kerangka kelembagaan dari masyarakatnya untuk menerapkan ide-ide mulia yang datang dari dunia lain itu. Perubahan-perubahan dalam bentuk perombakan mendasar terhadap struktur kelembagaan Negara dan birokrasi pemerintahan di semua lapisan dapat dikatakan sangat luas dan mendasar. Apalagi dengan adanya perubahan UUD 1945, maka desain makro kerangka kelembagaan kita juga harus ditata kembali sesuai dengan cetak biru yang dimanfaatkan oleh UUD 1945 hasil 4 rangkaian perubahan pertama dalam sejarah republic kita. Kalau dalam prktik kita mendapati bahwa gagasan demi gagasan dan rancangan perubahan kelembagaan datang begitu saja , maka dapat dikatakan bahwa perombakan structural yang sedang terjadi berlangsung tanpa desain yang menyeluruh, persis yang terjadi di banyak Negara lain yang justru terbukti tidak menghasilakn efisiensi yang diharapkan. sedangkan di Indonesia sendiri Keberadaan lembaga negara bertujuan untuk mencapai tujuan negara. Hal itu dapat diperjelas kembali dengan melihat beberapa pendapat ahli. Menurut Sri Soemantri ditetapkannya lembaga-lembaga negara dalam Undang-Undang Dasar bertujuan untuk mencapai tujuan negara. Sebagaimana dijelaskan oleh Sri Soemantri sebagai berikut
Tujuan negara kesatuan Republik Indonesia dapat kita baca dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Adapun tujuan negara Indonesia adalah
1.    untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2.    untuk memajukan kesejahteraan umum;
3.    untuk mencerdaskan kehidupan bangsa;dan
4.    untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan                                                          perdamaian abadi dan keadilan sosial.

B.      Hubungan teori kelembagaan negara dengan system kelembagaan di Indonesia.

A.      Teori kelembagaan negara
                Teori Pemisahan dan Teori Pembagian Kekuasaan
1. DASAR TEORI PEMBENTUKAN KELEMBAGAAN NEGARA
Konsep dasar pembentukan kelembagaan Negara dikenal dengan 2 konsep, yaitu :
1. Teori pemisahan kekuasaan (Separation of Power)
2. Teori pembagian kekuasaan (Division of Power)                          
Kedua teori tersebut merupakan cikal bakal pembentukan lembaga negara (lahirnya lembaga legislatif, eksekutif, dan yudisial). Lembaga negara tersebut berfungsi melaksanakan kedaulatan rakyat.
Teori Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)

Teori Pemisahaan Kekuasaan diperkenalkan olej John Locke (1632 – 1704) dan Montesqueie (1689 – 1755). Menurut John Locke, kekuasaan Negara di bagi 3 bentuk yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Federatif, dimana masing – masing kekuasaan ini terpisah antara satu dan yang lain.
• Legislatif adalah kekuasaan membuat peraturan dan perundangan
• Eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan undang – undang dan di dalamnya termasuk kekuasaan mengadili (dalam hal in John Locke memandang mengadili sebagai “ultvoering” yaitu dipandang sebagai
termasuk pelaksanaan undang – undang).
• Federatif adalah kekuasaan yang meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan Negara dalam hubungannya dengan Negara lain (seperti hubungan luar negeri)

Adapun konsep dari John Locke disempurnakan oleh Montesqueie dalam bukunya yang berjudul L’Esprit des Lois. Dimana Montesqueie menjabarkan kekuasaan menjadi 3 yaitu : Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
• Legislatif adalah kekuasaan membuat undang – undang
• Eksekutif adalah kekuasaan menjalankan undang – undang (diutamakan tindakan di bidang politik luar negeri)
• Yudikatif adalah kekuasaan mengadili atas pelanggaran undang – undang.
Menurut pendapat dari Montesqueie, semua kekuasaan itu harus terpisah satu sama lain baik mengenai fungsi, ataupun mengenai alat kelengkapan yang menyelenggarakannya. Terutama Montesqueie memisahkan kewenangan mengadili adalah bukan kewenangan dari eksekutif. Montesqueie memandang bahwa kekuasaan pengadilan adalah kekuasaan yang berdiri sendiri. Montesqueie berpendapat bahwa kemerdekaan akan dapat dijamin apabila ketiga fungsi tersebut tidak dipegang oleh satu badan, melainkan tiga badan yang terpisah. Inilah yang menjadi dasar pemikiran Montesqueie sebagai Separation of Power.

 Teori Pembagian Kekuasaan (Division of Power)

Teori pembagian kekuasaan merupakan kelanjutan dari teori pemisahaan kekuasaan. Pada dasarnya teori pemisahaan kekuasaan dianggap sebagai yang paling mencerminkan Trias Politica. Namun demikian, walaupun ketiga fungsi tersebut telah dipisahkan, masih dirasakan perlu untuk menjamin bahwa masing kekuasaan tidak melampaui batas – batas dari kekuasaannya. Oleh karena itu, untuk mencegah hal seperti itu, maka diadakan suatu system yang bernama “check and balances”.

Adapun tujuan dari check and balances adalah agar dapat dilakukannya pengawasan dan untuk mengimbangi fungsi kekuasaan lainnya. Sistem ini mengakibatkan fungsi kekuasaan yang satu dengan yang lainnya dapat turut campur dalam batasan tertentu terhadap fungsi kekuasaan yang lain. Hal ini bukan dimaksudkan untuk memperbesar efisien kerja, melainkan untuk membatasi kekuasaan dari setiap fungsi agar lebih efektif.

Dikarenakan hal tersebut, maka mulai dikenal lah teori pembagian kekuasaan yang diartikan bahwa hanya fungsi pokoknya saja yang dibedakan menurut sifatnya, serta diserahkan kepada badan yang berbeda, tetapi untuk selebihnya kerja sama di antara fungsi – fungsi tersebut tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi. Teori pembagian kekuasaan secara garis besar dianggap sebagai usaha untuk membendung kecenderungan lembaga – lembaga kenegaraan untuk melampaui batas kewenangan, yang memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang- wenang.

B.      Sistem kelembagaan di indonesia
                Sistem yang dianut oleh Indonesia sendiri yakni sistem kelembagaan yang           menerapkan sebuah sistem presidensil yang didalamnnya saling berkaitan    antara legisltif, eksekutif dan yudikatif system ini berpatokan pada Undang                 undang dasar 1945.
Diawal telah dijelaskan bahwa terdapat 3 bentuk fungsi lembaga Negara, yaitu legislative, eksekutif, yudikatif dengan masing – masing kewenangannya.

 Fungsi Legislatif
Legislatif secara etimologis berasal dari kata legislate yang berarti membuat undang – undang. Lagislatif biasa disebut sebagai parlemen atau dewan perwakilan rakyat.
Di Indonesia sendiri kewenangan legislative (Dewan Perwakilan Rakyat) tercantum dalam pasal 20A UUD 1945. Namun pada intinya, terdapat 3 fungsi yang menjadi kewenangan badan legislative yaitu :
1. Fungsi Legislasi, adalah tugas utama dari badan legislative yaitu untuk membuat peraturan perundangan untuk menentukan arah kebijakannya.
Menurut Prof. Philipus M Hadjon, DPR Indonesia melakukan fungsi “medewetgeving” yang berarti ikut serta membuat undang – undang. Hal ini dikarenakan UU Indonesia adalah produk bersama dengan Presiden.
2. Fungsi Anggaran (Budgeting/Begrooting), legislatif mempunyai kewenangan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja Negara
3. Fungsi Pengawasan (Monitoring), legislatif mempunyai fungsi untuk mengawasi dan mengontrol aktifitas badan eksekutif. Hal ini ditujukan agar eksekutif melakukan sesuai dengan kebijakan apa yang telah ditetapkan oleh legislatif. Pengawasan dilakukan melalui sidang – sidang panitia legislatif dan melalui hak – hak control khusus yang dimiliki oleh legislatif, seperti hak bertanya, interplasi, hak angket, mosi dan sebagainya.
Tiga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh legislatif terhadap eksekutif, adalah control of executive, control of expenditure, dan control of taxation.
Selain ketiga fungsi legislatif diatas, terdapat fungsi lain seperti mensahkan (ratify) perjanjian internasional yang dibuat oleh badan eksekutif.
                Fungsi Eksekutif
Menurut trias politca, fungsi dari eksekutif adalah melaksanakan kebijakan – kebijakan yang telah ditetapkan oleh legislatif. Namun seiring dengan perkembangan zaman, eksekutif memiliki fungsi lain yang tak hanya melaksanakan undang – undang saja. Adapun fungsi dari eksekutif adalah :
1. Diplomatik : menyelanggarakan hubungan diplomatic dengan Negara lain
2. Administratif : melaksanakan undang – undang serta peraturan – peraturan lain dan menyelenggarakan administrative Negara
3. Militer : mengatur angkatan bersenjata, menyelenggarakan perang sserta keamanan dan pertahanan negara.
4. Yudikatif : memberikan grasi, amensti, abolisi, dan sebagainya
5. Legislatif : merencanakan undang – undang dan membimbingnya dalam badan perwakilan rakyat sampai menjadi undang – undang.
Fungsi Yudikatif
Yudikatif merupakan lembaga negara yang berwenang untuk mengadili setiap pelanggaran perundang – undangan yang ada. Adapun setiap negara memiliki konsep yudikatif yang berbeda. Apabila kita berbicara yudikatif, maka harus dimulai dengan memisahkan dengan system hukum yang ada, yaitu system Anglo Saxon dan Eropa Continental.
Dalam system hukum Anglo Saxon, disamping undang – undang yang dibuat oleh parlemen, juga terdapat hukum sebagai common law atau hukum kebiasaan yang dirumuskan oleh hakim. Dengan kata lain hakim juga dapat membuat hukum dengan keputusannya yang lebih dikenal dengan nama Judge – made – law.

Sementara dalam system hukum Eropa Continental, hukum telah dikodifikasikan dengan rapi. Oleh karena itu, hakim dalam memeriksa perkara hanya berdasar peraturan hukum yang ada dalam UU saja. Namun apabila ternyata UU belum mengatur suatu hal, maka hakim dapat memberikan keputusan sendiri (Ius Curia Novit), tanpa terikat dengan precedent
Di Indonesia sendiri, fungsi yudikatif menurut UUD 1945 dilakukan oleh MA dan badan peradilan dibawahnya dan oleh sebuah MK.             


C.      Hubungan teori kelembagaan negara dengan system kelembagaan di Indonesia
                                            jelas hubungan keterkaitan antara teori tentang kelembagaan negara dan system yang ada di Indonesia saling berkaitan sebab Indonesia menganut system presidensil yakni kelembagaan yang berbentuk eksekutif yudikatif dan legislative sehingga terbaginya sebuah kewenangan kerja demi sebuah tujuan negara. dengan adanya pembagian kekuasaan dan pemisahan kekuasaan yang dianut Indonesia yang melahirkan konsekuensi gradasi eksekutif legislative dan yudikatif yang secara langsung kita menerapkan skema trias politica yang saling berkaitan dalam menjalankan roda kenegaraan. dan dengan adanya system pembagian kekuasaan dan pemisahan kekuasaan dirasakan perlu untuk menjamin bahwa masing kekuasaan tidak melampaui batas – batas dari kekuasaannya. Oleh karena itu, untuk mencegah hal seperti itu, maka diadakan suatu system yang bernama “check and balances”. yang dimana system inipun bertujuan agar
membendung kecenderungan lembaga – lembaga kenegaraan untuk melampaui batas kewenangan, yang memungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang- wenang.
namun ada beberapa UUD yang sudah di amandemnen sebnyaka 4 kali, jika di tinjau lebih lanjut sistem kelembagaan ini memang sudah sejalan namun penganut sistem ini masih mengabdi kepada kapitalisme dan neoliberalisme yang membat negara ini kacau akibat regulasi yang ssemakin tdk menegdepankan UUD 45 begitu banyak regulasi yang dibuat dan disepakati oleh komprador-komparador kapitalisme dan neolliberalisme tanpa ada transparansi kepada Rakyat indonesia, yang seringkali menimbulakan ketimpangan dikalangan masyarakat menengah sampai kepada kaum-kaum grassort, sistem yang dianut ini sudah lama dipakai oleh Indonesia namun selalu gagal membentuk sebuah negara yang mandiri yang menajdikan rakyatnya makmur.







BAB III
PENUTUP
A.        ANALISIS
Ketika Undang-Undang Dasar 1945 disahkan tanggal 18 Agustus 1945, maupun diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, dikatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidaklah menganut asas pemisahan kekuasaan (separation of powers) secara ketat, sebagaimana dikenal dalam doktrin “trias politica” Montesqeui. Sejauh mengenai kewenangan lembaga negara yang menangani kekuasaan kehakiman (yudikatif), pemisahan kekuasaan yang tegas antara lembaga ini dengan lembaga-lembaga lain memang telah dirumuskan sejak awal penyusunan Undang-Undang Dasar 1945. Namun dalam hubungan antara “eksekutif” dengan “legislatif” sejak awal tidaklah terjadi pemisahan kekuasaan, melainkan “pembagian kekuasaan” (division of powers). Dalam hal pembentukan undang-undang, DPR berbagi kewenangan dengan Presiden. Dalam hal menetapkan APBN, Presiden juga berbagi kewenangan dengan DPR, apalagi pengesahan APBN haruslah dilakukan dengan undang-undang, yang kewenangan Presiden dan DPR adalah sama kuatnya. Namun dalam melaksanakan undang-undang, termasuk dalam menggunakan seluruh anggaran negara yang telah disepakati dalam undang-undang tentang APBN, kewenangan Presiden tidaklah dibagi dengan DPR. Presiden melaksanakannya sendiri. Namun, dalam konteks pelaksanaan itu, DPR memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Presiden.
B.         KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep organ negara dan lembaga negara itu sangat luas maknanya, sehingga tidak dapat dipersempit hanya pada pengertian ketiga cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Pengertian lembaga negara dapat dikelompokkan ke dalam lima pengertian, yaitu: Pertama, dalam arti yang paling luas, organ negara adalah mencakup setiap individu yang menjalankan fungsi law-creating dan law-applying; Kedua, organ negara dalam arti luas tetapi lebih sempit dari pengertian pertama, yaitu mencakup individu yang menjalankan fungsi law-creating atau law-applying dan juga mempunyai posisi sebagai atau dalam struktur jabatan kenegaraan atau jabatan pemerintahan; Ketiga organ negara dalam arti lebih sempit, yaitu badan atau organisasi yang menjalankan fungsi law-creating dan/atau law-applying dalam kerangka struktur dan sistem kenegaraan atau pemerintahan; Keempat, yang lebih sempit lagi, organ atau lernbaga negara itu hanya terbatas pada pengertian lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UUD, UU, atau oleh peraturan yang lebih rendah; Kelima, di samping keempat pengertian di atas, untuk memberikan kekhususan kepada lembaga-lembaga negara yang berada di tingkat pusat yang pembentukannya diatur dan ditentukan oleh UUD 1945.
DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
                                            http://dewiqueenastitii.wordpress.com/politik/teori-kelembagaaninstitusionalisme/
                                            http://sosio.mywapblog.com/konsep-teori-dalam-sistem-kelembagaan-ne.xhtml
                                            http://balinessegirls.blogspot.com/2013/10/lembaga-lembaga-negara.html
                                            http://kanekz.wordpress.com/category/sistem-kelembagaan-negara-kesatuan-republik-indonesia/
                                            http://radityaonlaw.blogspot.com/2009/12/studi-kelembagaan-negara.html
                                            http://masterderechten.blogspot.com/2010/11/konsep-teori-dalam-sistem-kelembagaan.html
















1 komentar:

  1. Gambling 101 - Casino - JT Hub
    With an 전라남도 출장마사지 open-world world 당진 출장안마 of 남양주 출장마사지 gaming 강릉 출장샵 and world-class restaurants, gaming, live entertainment and a world 대구광역 출장마사지 of entertainment, JT Hub is the ideal place to stay and

    BalasHapus