BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam
dalam arti agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., lahir bersama dengan
turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu. Masyarakat Arab jahiliyah adalah
masyarakat pertama yang bersentuhan langsung dengan Al-Quran, serta masyarakat
pertama pula yang merubah pola pikir,sikap dan tingkah lakunya, sebagimana
dikehendaki oleh agama Islam. Masyarakat jahiliah memiliki pola pikir
,sikap, perangai yang terpuji dan tercela. Dalam hal ini,Islam menerima dan
mengembangkan potensi yang terpuji, menolak dan meluruskan yang tercela. Ada
beberapa kebiasan masyarakat jahiliah pada zaman itu yang tercela yakni
penyembahan berhala, pemujaan kepada Ka’bah secara berlebihan, praktik
perdukunan dan mabuk-mabukan. dan beberapa sifat positifnya yakni semangat
keberanian dan bakti kepada suku. Perubahan dapat terlaksana akibat adanya
pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Al-Quran,serta kemampuan memanfaatkan dan
menyesuaikan diri dengan hukum-hukum dan sejarah. Kedua hal ini dijelaskan
secara gamblang oleh Al-Quran. Kitab Al-Quran sendiri adalah kitab pertama yang
dikenal ummat manusia sebagai kitab yang berbicara tentang hukum-hukum sejarah
dalam masyarakat dan bahwa hukum tersebut sebagaimana hukum alam tidak mungkin
mengalami perubahan (baca antara lain QS 33:62;35:43). Uraian yang ada didalam
Al-Quran tentang hukum tersebut adalah suatu hal yang wajar karena sejak awal
ia (Al-Quran) memperkenalkan dirinya sebagai kitab yang berfungsi membawa
perubahan yang positif. atau meminjam ayat yang ada didalam Al-Quran yakni Mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju
terang benderang (QS 14:1) Al-Quran sebagai pendorong dan pemandu demi
berperannya manusia secara positif dalam berbagai aspek di kehidupan muka bumi.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana konsep dan tujuan pokok Al-Quran ?
2.
Jelaskan keterkaitan Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan ?
3.
Bagaimana islam memandang perubahan masyarakat dan sosialnya ?
4.
Bagaimana Peran dan fungsi wahyu dalam menghadapi perubahan sosial serta peran
dan tanggung jawab para intelektual muslim ?
C. TUJUAN
PENULISAN
Berdasarkan
point rumusan masalah diatas kita dapat mengetahui bagaimana bukti kebenaran
wahyu yang tertuang di dalam Al-Quran konsep dan tujuan pokok Al-Quran,
kesinambungannya terhadap ilmu pengetahuan dan perubahan masyarakat yang selama ini sudah melenceng jauh dari
koridoor keislaman serta peran dan fungsi wahyu dalam menghadapi perubahan
sosial dimasyarakat dan bagaimana peran intelektual muslim didalamnya
D.
MANFAAT PENULISAN
Manfaat
yang dimaksudkan adalah bagaimana meningkatkan pisau analisis terhadap
perkembangan zaman pada hari ini yang memperhadapkan islam dalam benturan
peradaban di era globalisasi serta bagaimana peran dan fungsi wahyu sebagai
pedoman ummat muslim dunia dalam rangka mempersiapkan dirinya menghadapi
tantangan zaman dan juga tanggung jawab para intelektual muslim didalamnya
serta bagi para pembaca dapat mengetahui dan memahami apa yang hari ini
dihadapi oleh ummat muslim dalam perkembangan peradaban yang semakin maju agar
tetap berpegang teguh pada konsep keislaman dan Al-Quran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan tujuan pokok Al-Quran
Agama islam, agama yang kita anut dan
dianut oleh ratusan juta kaum muslim diseluruh dunia merupakan way of life yang memberikan jaminan
kepada para pemeluknya untuk bahagia didunia dan diakhirat kelak. Ia mempunyai
satu sendi utama yang esensial : berfungsi member petunjuk ke jalan yang
sebaik-baiknya sebagaimana firman-Nya
Sesungguhnya Al-quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS 17:9)
Al-Quran
memberikan petunjuk dalam persoalan akidah syari’ah dan akhlak dengan jalan
memberikan dan meletakkan dasar yang prinsipil mengenai persoalan tersebut dan
Allah SWT menugaskan Rasul saw untuk memberikan keterangan yang lengkap
mengenai dasar-dasar tersebut : kami
telah turunkan kepadamu Al-Quran untuk kamu terangkan kepada manusia apa yang
diturunkan kepada mereka agar mereka berfikir” (QS 16:44)
apa yang ada
didalam Al-Quran memberikan bimbingan kepada kaum muslimin menuju jalan yang di
ridahi Tuhan disamping mendorong mereka untuk berjihad dijalan Allah, sambil
memberikan didikan akhlak.
dari sejarah
diturunkannya kitab suci Al-Quran dapat
diambil beberapa tentang tujuan pokoknya yakni sebagai petunjuk akidah dan
kepercayaan yang harus dianut manusia yang tersimpul dalam keimanan dan keesaan
Tuhan dan kepercayaan adanya kepastian di hari pembalasan dan petunjuk mengenai
akhlak yang murni dan jalan menerangkan
norma keagamaan dan susila yang harus di ikuti oleh manusia dalam
kehidupannya secara individual ataupun kolektif. Serta petunjuk mengenai
syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti
manusia dalam hubungannya dengan tuhan dan sesama atau dengan kata lain “Al-Quran
jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat”[1]
B.
Keterkaitan
Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan
Al-Quran demikian menghormati kedudukan
ilmu dengan penghormatan yang tidak ditemukan bandingannya dalam kitabkitab
suci yang lain. Sebagai bukti, Al-Quran menyifati masa Arab pra-Islam dengan
jahiliah (kebodohan). Di dalam Al-Quran terdapat beratus-ratus ayat yang
menyebut tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian besar ayat itu
disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu.Dalam rangka mengingatkan
tentang anugerah yang telah diberikan kepada manusia, Allah berfirman:
"Allah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
mereka ketahui." (QS 96:5)
"Allah meninggikan beberapa derajat orang-orang yang
beriman dan mempunyai ilmu." (QS
58:11)
“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dan
orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS 39:9)
Di
samping itu masih banyak ayat lain yang menyatakan tentang kemuliaan ilmu. Dan
dalam hadis-hadis Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait - yang kedudukannya
mengiringi Al-Quran - terdapat dalil-dalil yang tidak terhitung banyaknya
tentang anjuran untuk mencari ilmu, arti penting dan kemuliaannya.
Ayat-ayat
Al-Qur'an merupakan petunjuk manusia tidak saja
untuk kehidupan akherat namun juga untuk kebaikan kehidupan di dunia. Ilmu pengetahuan dan Teknologi adalah salah satu
sarana manusia untuk menuju kehidupan di dunia lebih baik. Oleh sebab itu,
dalam Al-qur'an pun tak luput memberikan petunjuk tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi bagi kehidupan manusia.Membuka dan membaca mushaf Al-Qur'an, kita
akan menemukan ratusan ayat yang membicarakan tentang petunjuk untuk
memperhatikan bagaimana cara kerja Alam dunia ini. Tidak kurang dari 700 ayat
dari 6000-an ayat Al-Qur'an
memberikan gambaran kepada manusia untuk memperhatikan alam sekitarnya. Selain
itu, biasanya ayat-ayat yang membahasnya diawali maupun diakhiri dengan
sindiran-sindiran seperti; "apakah kamu tidak memperhatikan?",
"Apakah kamu tidak berpikir?", "Apakah kamu tidak
mendengar?", "Apakah kamu tidak melihat?". Sering pula di akhiri
dengan kalimat seperti "Sebagai tanda-tanda bagi kaum yang berpikir",
"Tidak dipahami kecuali oleh Ulul Albaab". Demikianlah Mukjizat
terakhir Rasul, yang selalu mengingatkan manusia untuk mendengar, melihat,
berpikir, merenung, serta memperhatikan segala hal yang diciptakan Allah di
dunia ini.
Berkat dorongan ayat-ayat tersebutlah,
ulama-ulama pada abad ke 8-10 Masehi di Timur Tengah mampu mengembangkan
ilmu-ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada riset (dengan cara mendengar,
melihat, memperhatikan,merenungkan,dan memikirkan) dan mengimplementasikannya
dalam bentuk alat-alat maupun metode yang berguna bagi kehidupan manusia.
Membuka
kembali lembaran sejarah masa kejayaan Islam, kita akan mendapati begitu
banyak sumbangsih umat Islam bagi dunia Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pada masa itu, dunia di luar Islam diselubungi kegelapan Ilmu.
Perdukunan, mantra dan jampi-jampi menjadi jalan untuk pengobatan. Namun
berbeda di dunia Islam, seorang Ibnu Sina telah mengembangkan berbagai metode pembedahan
manusia, dialah sang bapak kedokteran modern. Karya monumentalnya,Alqanun fi At Tib (yang diterjemahkan ke Eropa
menjadi CANON), menjadi rujukan utama dunia kedoktekan sampai
abad ke 19.
Kita
juga harus berterima kasih kepada Al-Khawarizmi, yang telah mengembangkan
metode Al-goritma. Kenapa
disebut Al-goritma? Al-goritma merupakan aksen eropa dari nama al-khawrizmi.
Seperti ilmuwan lainnya, Ibnu Sina menjadi Avecina, Ibnu Rusyd menjadi
Averoes. Dan masih banyak lagi penemuan-penemuan di dunia Islam pada masa
itu seperti, metode fotografi paling awal yang disebut ruang gelap, jam air, piston.
Namun alangkah ruginya, umat Islam saat ini yang kurang
sekali mengapresiasi kandungan Al-Qur’an, akibat banyaknya muslim yang tidak
paham bahasa Al-Qur’an (Bahasa Arab), meskipun hanya sebatas pemahaman tingkat
dasar. Akibat tidak paham bahasa Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an hanya sebatas
ritual saja (meskipun begitu dasyatnya Al-Qur’an, sehingga orang yang tidak
paham maksudnya pun dapat menjadi tenang hatinya). Bahkan banyak generasi muda
yang enggan untuk sekedar menyentuhnya, apalagi untuk membacanya. Hal ini tidak
lain disebabkan oleh minimnya pengetahuan generasi muda Islam tehadap bahasa
Al-Qur’an.[2]
Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan
dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang
dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat : adakah Al qur’an atau
jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena
kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan
kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi
juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan,
sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan.
Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan
penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali
dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas
dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban
penemuannya sendiri.
Dalam Al qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” dalam berbagai
bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali. Disamping itu, banyak pula ayat-ayat
Al qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan
sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat-ayat yang menjelaskan hambatan
kemajuan ilmu pengetahuan, antara lain :
Subjektivitas
(a) suka dan tidak suka (baca antara lain, QS 43:78 ; 7:79); (b) taqlid atau mengikuti tanpa alasan
(baca antara lain, QS 33:67 ; 2:170).
Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (baca antara lain, QS
10:36).
Bergegas-gegas
dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (baca antara lain QS 21:37).
Sikap angkuh
(enggan untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca antara lain QS 7:146)[3].
Di samping itu, terdapat tuntutan tuntutan
antara lain :
Jangan
bersikap terhadap sesuatu tanpa dasar pengetahuan (QS 17:36), dalam arti tidak
menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui dulu persoalan (baca
antara lain QS 36:17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan (baca antara
lain, QS 10:39).
Jangan menilai sesuatu karena
factor ekstern apa pun walaupun dalam dalam pribadi tokoh yang paling
diagungkan.
Ayat- ayat semacam inilah yang mewujudkan iklim ilmu
pengetahuan dan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam
dalam berbagai disiplin ilmu. “tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab
akidah (agama) menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir, serta
tidak menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk menggunakan
akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama dan dimana saja ia
kehendaki. Inilah korelasi pertama dan utama antara Al qur’an dan
ilmu pengetahuan.
Korelasi kedua dapat ditemukan pada isyarat-isyarat
ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak ayat Al qur’an yang berbicara tentang
alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagian nya telah diketahui
oleh masyarakat arab ketika itu. Namun apa yang mereka ketahui itu masih sangat
terbatas dalam perinciannya.
Dalam dalam penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al
qur’an, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal pula hal yang perlu di
garisbawahi, yaitu (1) Bahasa (2) konteks ayat-ayat ; dan (3) sifat penemuan
ilmiah
C.
Islam
dan Perubahan Sosial
Alam ini selalu dalam perubahan. Dalam
filsafat metafisika filosof berkata, tidak
ada yang ada, yang ada itu ialah perubahan. “Panta rei”, kata Heraklitos. Semua
mengalir bagai air di sungai. Islam menyebut alam itu “makhluk”, yang
diciptakan. Tuhan sebagai pencipta disebut khalik. Makhluk itu senantiasa dalam
perubahan, hanya Khaliklah yang serba tetap. Pelajarilah sejarah bumi kita !
Dari tidak ada suatu ketika is menjadi ada. Dari
matahari
is lahir 3.350 juta tahun yang lalu. Ketika itu bumi berbentuk bintang kabut
pijar. Tidak ada air setetespun di bumi. Perubahan-perubahan dalam jarak waktu
hampir semilyar tahun, menjadikan bumi dingin. Terbentuk kerak bumi, gunung, batuan, sungai, laut. Tetapi tak satu
pun ada kehidupan di bumi. Kira-kira dua milyar tahun yang lalu baru ada hayat
yang pertama di dalam air. Sejarah perubahan bumi dua milyar tahun terakhir
berlangsung bersama dengan evolusi flora dan fauna, yang tumbuh dan berkembang
di permukaan bumi. Perubahan demi perubahan yang dialami oleh lumut karang,
setelah dua milyar tahun terbentuklah tumbuh-tumbuhan berbunga. Teori evolusi
beranggapan fauna dimulai oleh binatang satu sel dua milyar
tahun
yang lalu, berujung dengan beberapa juta terakhir dengan manusia.
Demikianlah
jagat raya dengan nebula serta bintang-bintangnya berubah. Bumi berubah. Hewan,
tanaman, lautan, sungai, daratan, pegunungan, pantai pulau-pulau berubah serba
terus Manusia sebagai makhluk juga dikenal oleh hukum perubahan. Dari tidak ada
suatu ketika is menjadi ada. Dalam “adanya” itu is mengalami perubahan demi perubahan.
Dari bayi is menjadi kanak-kanak, menjadi pemuda, dewasa, tua, mati. Kalau
filsafat meterialisme menutup riwayat hidup manusia dengan kematian, Islam mengajarkan
masih berlanjutnya eksistensi manusia di seberang kuburan. Tetapi riwayat
manusia setelah wafat inipun berubah-ubah : di alam barzakh roh menunggu
kedatangan kiamat, kepada roh diberikan lagi jasad, mulailah perjalanan menuju tempat
pembalasan “nar” dan “jannah”. Di dalam tempat-tempat itupun manusia mengalami
perubahan-perubahan melalui pengalaman-pengalamannya.[4] Perubahan
dan perkembangan yang terjadi di masyarakat merupakan hal yang pasti terjadi.
Karena alam semesta tempat hidup manusia ini adalah baru, yang ada setelah
tiada yang selalu bergerak dan berubah-ubah, tumbuh dan berkembang. Oleh sebab
itu sebenarnya perubahan itu merupakan salah satu ciri bahwa masyarakat itu ada
dan hidup. Bahkan berfirman Allah
mengisharatkan
bahwa manusia harus berubah jika ingin mencapai
kehidupan
yang lebih baik :“... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum,
hingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.. “. ( al-Ra’du: 11)
Perubahan-perubahan
yang terjadi tidak hanya pada aspek tertentu, tetapi bersifat menyeluruh,
meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik secara material, maupun
immaterial. Karena itu definisi perubahan sosial itu menjadi luas, namun secara
umum dapat ditafsirkan bahwa pada prinsipnya perubahan sosial adalah sebuah
proses. Yakni sebuah proses yang melahirkan perubahan-perubahan di dalam
struktur dan fungsi suatu sistem kemasyarakatan. Dalam ilmu sosial,
faktor-faktor pendukung perubahan sosial menjadi tiga yakni; 1) adanya penemuan
baru; 2) pertumbuhan penduduk; dan 3) kebudayaan. Faktor ketiga ini secara
timbal balik dapat mendorong perubahan pada bentuk dan hubungan sosial
kemasyarakatan. Terkait dengan perubahan sosial, maka hukum Islam yang
berfungsi sebagai pagar pengaman sosial atau pranata sosial, memiliki dua
fungsi; pertama, sebagai control sosial, dan kedua, sebagai nilai baru dan
proses perubahan sosial. Jika fungsi yang pertama ditempatkan sebagai “cetak
biru” Tuhan selain sebagai kontrol sosial juga sekaligus sebagai social
engineering terhadap keberadaan suatu komunitas masyarakat. Sementara yang
kedua, lebih merupakan produk sejarah yang dalam batas-batas tertentu
diletakkan sebagai justifikasi terhadap tuntutan perubahan sosial, baik dalam
budaya dan maupun politik. Karena itu perubahan sosial akan berjalan pincang
jika tidak ada alat kontrol terhadap proses interaksi social[5]
Nurcholish
Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah hakekat dari
pengertian islam. Sikap ini tidak hanya merupakan ajaran tuhan kepada hamba-Nya
tetapi ia diajarkan terhadap sangkutan alam itu sendiri yang artinya sebagai
pemenuhan alam manusia, sehingga pertumbuhan perwujudannya selalu dari dalam
tidak tumbuh apalagi dipaksakan dari luar dan jika dipaksakan dari luar islam
kehilangan dimensi paling dasarnya serta mendalam yakni kemurnian dan
keikhlasan[6]
Berbicara
tentang perubahan sosial tidak lengkap rasanya bila kita tidak menoleh
perkembangan perubahan yang dialami manusia dalam hal teknologi dan dapat
dilihat berbagai macam perubahan yang besar misalnya :
Sebelum
perubahan
|
Sesudah
perubahan
|
Tanah
dikerjakan dengan cangkul
|
Tanah
dikerjakan dengan traktor
|
Pabrik
menggunakan alat sederhana
|
Pabrik
menggunakan tenaga mesin
|
Adanya
perdagangan antar desa
|
Adanya
perdagangan antar negara
|
Perubahan yang
terjadi dalam lingkup masyarakat mau tidak mau akan menimbulkan beberapa pola
pikir yang baru dikalangan masyarakat dan perubahan ini bukanlah perubahan dari
satu orang namun perubahan yang didasari secara sadar oleh satu kelompok
masyarakat. Perubahan seperti ini layak dan normal adanya karena sifat
masyarakat yang dinamis dan selalu mencari terobosan baru dan ketidakpuasan
terhadap sesuatu yang dianggap cenderung ribet,lamban berbelit-belit sehingga
memberikan kesadaran agar sesuatunya berjalan dengan cepat praktis dan
pragmatis. Sifat inilah yang dinamakan perubahan sosial yang dibawa oleh
masyarakat itu sendiri.
Ummat islam
dihadapkan pada perubahan masyarakat dan kemajuan teknologi yang begitu pesat
sehingga perlunya suatu kesadaran yang harus dibangun oleh para muslim dunia
untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman yang ada didalam
Al-Quran.
Rumusan yang
dimaksudkan islam dalam memandang perubahan sosial yakni adanya sentiment
kolektif dalam struktur internal ummat islam sendiri yaitu didasari dengan
nilai rumusan Iman, Ilmu dan Amal. dengan seperti itu transformasi perubahan
sosial dalam islam disandarkan pada misi ideologisnya. Yaitu cita-cita untuk
menegakkan amar ma’ruf dan nahyi
al-munkar didalam masyarakat dalam rangka tu’minuna billahi (keimanan kepada Tuhan)[7]
D.
Peran dan fungsi wahyu dalam menghadapi perubahan sosial
wahyu yang sebagaimana telah terkodifikasi
didalam Al-Quran memiliki kaitan erat terhadap manusia itu sendiri. Manusia
yang dinamis serta syarat akan perubahan dan transformative sangat jelas
membutuhkan suatu tuntunan dan pedoman. Islam dan Ummatnya dikaruniai kitab
yang bernama Al-Quran harusnya bersyukur akan segala bentuk petunjuk yang ada
dan telah tertulis didalamnya. yah maksud saya menuliskan kalimat ini adalah
memberikan gambaran bagaimana wahyu berperan sebagai pedoman hidup ummat muslim
dalam menghadapi perubahan sosial. idealnya perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat pada umumnya dan yang terjadi pada ummat muslim pada khususnya harus
terkawal baik oleh nilai-nilai keislaman yang seharusnya dan asas-asas sosial
pada umumnya tetapi pada masyarakat muslim ternyata kawalan itu tidak ada atau
lemah. Mereka (Ummat muslim) kurang mengetahui apa yang seharusnya berubah dan
apa yang seharusnya tidak dapat berubah.
Jika
dikaji lebih mendalam tentang sudut pandang ummat islam ternyata banyak yang
menolak perubahan. terutama aliran kaum tua keras menolak perubahan ini
terutama perubahan yang sifatnya makna baru seperti konsep,ide,teori,prinsip
atau tindakan. Mereka berpendapat bahwa perubahan yang mereka tentang untuk
menyelamatkan agama dan keyakinan mereka. Jika saya mamberikan penilaian
terhadap pandangan menolak perubahan atas dasar menyelamatkan agama mungkin
saya memberikan penilaian yang separuh benar karena menurut saya perubahan itu
perlu dan harus selama itu merujuk pada kebaikan dan penyesuaian yang baik dan
tidak keluar dari asas dan dasar keislaman karena yang tidak boleh berubah dan
diubah adalah dasar prinsip dari islam itu sendiri. Jika ada yang menolak
secara keras dan frontal berarti ada yang menerima secara terang-terangan dan
tanpa batas. Sebenarnya islam menerima bentuk perubahan yang baik dan selama
itu tidak keluar dari wilayah prinsip keislaman. Namun entah karena pengaruh
yang baru atau terciptanya sesuatu yang baru ataupun karena difusi, asimilasi
dan akulturasi sehingga penyambutan sebuah perubahan tanpa filterisasi yang
terus bergejolak pada hari ini terus padat merayap mengelilingi ummat muslim.
Dalam makalah
ini saya berani dan terang-terangan mengatakan bahwa pemahaman tentang islam
pada hari ini khususnya pada masyarakat modern telah keliru. Mengapa saya
katakan demikian karena, pada hari ini ummat muslim dengan senangnya menyambut
perubahan-perubahan yang jelas tidak didasari dan berlandaskan pada nilai
keislaman itu sendiri. inilah yang harus kita perangi dan lawan. Saya
memberikan contoh bagaimana perubahan yang dialami manusia modern pada hari ini
dengan menerima segala bentuk mode dan gaya hidup yang berorientasi pada westernisasi sebuah budaya yang bukan
identitas ummat muslim. mulai dari yang paling sederhana gaya berpakaian, yang
terus menerus mendengungkan ditelinga kaum wanita muslim agar berpenampilan
cantik dengan pakaian yang terbuka dan memperlihatkan auratnya. Atau hegemoni
media yang terus mengiklankan mode westernisasi
agar saudara-saudara muslim kita berkiblat kepadanya dalam hal perubahan dan
mengabaikan syariat islam sendiri. Sebuah renungan bagi kita semua karena pada hari ini kita terus disusupi dan
dicekoki oleh hal-hal yang menjanjikan perubahan yang baik dan modern dengan
iming-iming dianggap update dan tidak
ketinggalan zaman. Apakah ini identitas kita menerima segala bentuk perubahan
tanpa didasari saringan keagamaan dan keislaman kita ? jelas tidak, sekali lagi
saya mengatakan perangi dan lawan segala bentuk perubahan yang terus mengikis
syariat islam. itu hanyalah sedikit dari sekian banyak perubahan yang
ditawarkan diluar sana, belum termasuk tawaran perubahan ideology, prinsip,
system yang tidak memanusiakan manusia atau system ekonomi kapitalis yang tidak
memikirkan kebaikan ummat malah memikirkan kesejahteraan segelintir orang.
Perangi dan Lawan!
inilah
yang saya maksudkan wahyu sebagai pedoman hidup agar segala bentuk perubahan
yang coba mengikis syariat islam dapat kita bendung dengan penuh percaya diri
dan berlandaskan wahyu.
Al-Quran
Al-Karim dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dan filsafat manusia dapat
disimpulkan mengandung tiga hal pokok :
pertama, tujuan
:
1. Akidah
atau kepercayaan kepada Tuhan dengan segala sifat-sifatnya, Wahyu, dan segala
kaitannya dengan antara lain Kitab-kitab Suci, Malaikat dan para Nabi serta
hari kemudian bersama balasan dan ganjaran dari Tuhan.
2. Budi
Pekerti, yang bertujuan mewujudkan keserasian hidup bermasyarakat dalam bentuk
antara lain gotong royong, amanat, kebenaran, kasih sayang, tanggung jawab, dan
lain-lain
3. Hukum-hukum
yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia, manusia dengan Tuhannya
serta manusia dengan alam sekitarnya.[8]
Lewat ketiga penjelasan tersebut
dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
sehari hari sebagai ummat muslim pada khususnya dan masyarakat sosial pada umumnya.
Dan ketiga hal tersebut diusahakan
pencapaiannya oleh Al-Quran melalui empat
cara yakni :
1. Menganjurkan
manusia untuk memperhatikan alam raya, langit dan bumi, bintang-bintang,
udara,darat,lautan dan sebagainya, agar manusia melalui perhatiannya mendapat
manfaat berganda dengan maksud menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan dan
memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan bumi dimana ia
hidup.
2. Menceritakan
peristiwa-peristiwa sejarah untuk memetik pelajaran dari pengalaman masa lalu.
3. Membangkitkan
rasa yang terpendam dalam jiwa yang dapat mendorong manusia untuk
mempertanyakan dari mana ia datang, bagaimana unsur-unsur dirinya apa arti
hidupnya dan kemana akhir hayatnya (yang jawabanya diberikan oleh Al-Quran)
4. Janji
dan ancaman baik di dunia (yakni kepuasaan bathin dan kebahagiaan hidup bahkan
kekuasaan bagi yang taat, dan sebaliknya bagi yang durhaka) maupun di akhirat
dengan janji surga atau neraka[9]
Dengan melalui empat cara tersebut wahyu berfungsi sebagai peringatan,anjuran,pembelajaran dan
pendorong rasa yang terpendam dalam
diri manusia. yang dimaksudkan sebagai peringatan yakni akan adanya hari pembalasan agar manusia
tetap berpegang teguh pada syariat islam,
menganjurkan manusia untuk memperhatikan apa yang ada disekitarnya agar ia belajar dalam kehidupannya di muka bumi ini
sebagai utusan Tuhan untuk
mengelola bumi dengan baik, sebagai bahan untuk menceritakan peristiwa penting yang terjadi agar menjadi
pembelajaran.
Dalam buku karangan Dr. M. Quraish Shihab yang
berjudul Membumikan Al-Quran menjelaskan
tentang fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan bermasyarakat
yang didalamnya mencarikan jalan keluar akan problematika
ummat pada hari ini dengan winning
solution aturan main yang ada di
dalam Al-Quran dengan kata lain sebagai pedoman hidup ummat muslim inilah yang paling murni dan substansial tentang
Al-Quran selaku pedoman hidup yang akan
membawa kebaikan bagi seluruh mereka yang
berpegang teguh kepada Al-Quran.
E.
Peran
dan Tanggung Jawab Intelektual Muslim
Siapakah Intelektual
Muslim ?
Untuk memahami siapa yang dimaksud
intelektual muslim baik kiranya kita memahami ayat-ayat 190 sampai 195 surat
Ali-Imran yang dapat memberikan gambaran
walaupun secara umum tentang siapa gerangan mereka menurut pandangan Al-Quran.
Didalam ayat tersebut secara jelas digarisbawahi ciri-ciri atau sifat berikut :
(a) Berzikir dan mengingat Tuhan dalam segala situasi dan kondisi apapun. (b)
memikirkan dan memperhatikan segala fenomena alam raya yang pada manfaatnya
memberikan manfaat ganda, yaitu memahami tujuan hidup dan kebesaran Tuhan serta
memperoleh manfaat dari rahasia alam raya untuk kebahagiaan dan kenyamanan
hidup duniawi (c) Berusaha dan berkreasi dalam bentuk nyata, khususnya dalam
kaitan hasil-hasil dari pemikiran dan perhatian tersebut. Dari sini jelas peran
mereka tidak hanya terbatas pada perumusan dan pengarahan tujuan tetapi
sekaligus harus memberikan contoh pelaksanaan serta sosialisasinya ditengah
masyarakat. seseorang yang memperoleh kemampuan berpikir dengan hasil tersebut
diatas dinamai oleh Al-Quran sebagai “ulama” atau cendekiawan apapun disiplin
ilmu yang ditekuninya. (perhatikan surah fathir 28 dan Al-syu’ara 197).
Predikat Muslim menuntut dari yang bersangkutan sifat-sifat tertentu yang harus
menghiasi dirinya, yaitu sifat rabbani
dan khasiyah. sifat rabbani yang dipahami dari ayat pertama
pada wahyu pertama menuntut pemiliknya untuk mengajarkan Kitab Suci dan terus
menerus mempelajarinya ayat diatas persisinya berbunyi : “jadilah kamu rabbanyyin karena kamu slalu mengajarkan Al-Kitab dan kamu
terus menerus mempelajarinya” sementara sifat khassyah yang harus dimiliki oleh ilmuwan (father 28, dan lain lain) menghasilkan rasa
tunduk dan patuh kepada tuhan sehingga segala tingkah laku aktifitasnya
merupakan suri tauladan bagi para masyarakat sekitarnya.
Peran
dan Tanggung Jawab
Uraian diatas jelas bahwa para intelektual
muslim dituntut pertama,untuk terus
menerus mempelajari Kitab Suci dalam rangka mengamalkan dan menjabarkan
nilai-nilainya yang bersifat umum agar dapat ditarik darinya petunjuk yang
dapat disumbangkan atau diajarkan kepada
masyarakat, bangsa dan negara yang selalu berkembang berubah dan bertambah kebutuhannya. Dan itulah tujuan
mengapa para intelektual muslim
ini dituntut untuk terus berilmu dan beriman serta mengaplikasikan nilai-nilai Al-Quran dalam
dirinya itu pula tujuan surah Al-Baqarah 213 dan sebab mereka diperintahkan untuk selalu
belajar dan mengajarkan kearifan
Al-Quran. Kedua,mereka juga dituntut
untuk terus mengamati ayat-ayat Tuhan di alam raya ini baik dari dalam diri
manusia secara perorangan maupun secara
kelompok bermasyarakat, serta mengamati fenomena alam ini mengharuskan mereka
untuk peka terhadap kenyataan alam dan kehidupan sosial di sekitar mereka. Hal
ini mengandung konsekuensi bahwa peran mereka tidak hanya sebagai perumus dan
pengarah tujuan tetapi sekaligus sebagai contoh pelaksana serta
sosialisasinya.Ilmu serta hasil pemikiran para intelektual baru akan r relevan, sebagai sumber untuk memenuhi
segala aspek kehidupan yang terus berkembang dan meningkat, dan bila
dirangkaikan dengan segi yang praktis (teknologi). Itulah arti ungkapan “ilmu
tanpa diamalkan bagaikan pohon tanpa buah”. [10]
Dalam kehidupan bernegara, para intelektual Muslim
di masa silam telah berpartisispasi aktif bukan hanya terbatas pada perumusan
dasar negara pancasila melainkan dalam pembentukannya, karena pembentukan suatu
wadah atau negara dimana petunjuk agama dapat direalisasikan merupakan
kewajiban yang dibebankan oleh agama. Salah satunya dimasa silam peran aktif dari
para cendekiawan muslim yakni pada tahun 1950 telah dirintis pengadaan
Universitas Islam. Usaha untuk mendirikan perguruan tinggi islam ini sejalan
dengan timbulnya perubahan sosial dan pola pikir masyarakat serta desakan
masyarakat pula pada umumnya untuk mendirikan perguran tinggi yang bersifat
islam baik negeri maupun swasta. Dalam hal ini pun dipelopori oleh tokoh-tokoh
muslim dari partai islam dan
organisasi-organisasi islam usaha mendirikan pendidikan tinggi islam diwujudkan
seperti berdirinya UMI (Universitas Muslim Indonesia) pada tahun 1958 yang
terletak di jalan Kakatua No. 27 dan ketika Insitut Agama Islam Negeri (IAIN)
dibuka di Makassar dengan mempergunakan gedung UMI sebagai tempat menumpang
sementara maka modal pertama IAIN dalam perkembangannya mengintegrasikan ketiga
fakultas UMI yang ada menjadi fakultas dalam lingkungan IAIN berturut-turut
Fakultas Syariah ditahun 1962 Tarbiyah ditahun 1964 dan Ushuluddin ditahun
1975. Ternyata para cendekiawan muslim tidak hanya sebagai contoh tauladan dalam
ummat islam melainkan sebagai pembawa perubahan dan pembaharuan yang contohnya
begitu dekat dengan kita khususnya perkembangan pendidikan perguruan tinggi
islam.[11]
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, para
intelektual Muslim memiliki peran dan tanggung jawab yang tidak biasa bahkan
melebihi dari pihak-pihak lain yang meliputi :
1. Ketahanan
di bidang ideology ini berakar pada keperibadian bangsa yang tertuang pada
pancasila yang keseluruhannya sejalan dengan ajaran agama para intelektual
muslim pun berperan sebagai tameng dalam memfilter budaya asing yang masuk dan
tidak sesuai dengan keperibadian bangsa atau tidak memperkaya kebudayaannya.
salah satunya dengan cara memerangi nilai yang memperlemah dan membahayakan
bangsa dan wawasannya atau menjauhkannya dari kemajuan serta perubahan kearah
yang lebih baik. Ketahanan dalam bidang ideology ini yang dilakukan Baginda
Rasulullah Saw dalam rangka mempertahankan kedaulatan ummatnya dan sebagai
pembelajaran ummatnya pada masa itu.
2. Ketahanan
di bidang politik Bidang ini mutlak diperlukan dalam rangka stabilitas politik
yang merupakan tumpuan harapan bangsa. Pada hakikatnya ini merupakan tumpuan
ajaran agama dalam kehidupan bernegara. Karenanya para intelektual Muslim
dituntut didalam bernegara dan agamanya untuk dapat mengatasi situasi politik
yang keruh hal ini secara gamblang dinyatakan oleh Nabi dalam sabdanya : “imam (pemerintah) yang berlaku aniaya lebih
baik dari kekacauan. Walaupun keduanya jelek, namun dalam beberapa kejelekan
hendaknya terdapat pilihan”
3. Ketahanan
di bidang ekonomi ini memerlukan usaha pembangunan ekonomi yang adil dan merata
di tiap lini artinya harus menyentuh semua pihak (Al-Hasyr 7) secara konseptual
dan actual. Para intelektual muslim ini dituntut untuk memikirkan dan
mengusahakan penjabaran tersebut. Peran intelektual Muslim didambakan dalam
merumuskan pola praktis dalam rangka pemanfaatan ibadah amaliyah seperti zakat,infaq,shadaqah dan waqaf. yang kesemuanya merupakan sarana ketahanan dibidang ekonomi.
4. Ketahanan
dibidang sosial budaya. Bidang ini memerlukan rasa senasib dan sepenanggungan
serta harmoni sosial yang hanya dapat dicapai jika masing-masing menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan serta mengakui dan menghargai eksistensi pihak lain.
Demikian, sebab perbedaan-perbedaan harus dimanfaatkan guna mewujudkan kerja sama serta perlombaan
dibidang kebajikan (lihat Al-Hujurat 13 ; Al-Maidah 48; dan Saba’ 24)
5. Ketahanan
dibidang pertahanan dan keamanan. Dalam kehidupan bermasyarakat para
intelektual Muslim diharapkan berperan
sebagai unsur control sosial cita-cita ini dapat diwujudkan pada usaha-usaha kearah butir-butir berikut :
A. Mempertebal
dan memperkokoh iman kaum muslimin hingga tidak tergoyahkan oleh pengaruh
negative dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,atau faham yang
membahayakan agama, bangsa dan negara. dan juga sebagai patron terdepan agar
ummat muslim terpanggil untuk meningkatkan pemahaman terhadap bangsa,agama dan
negara.
B. Meningkatkan
tata kehidupan umat dalam arti luas dengan memberikan kesadaran bahwa berusaha
menjadikan suatu hal untuk lebih baik kedepannya. Dan tidak dapat dicapai tanpa
kerja keras serta kesadaran akan keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
C. Meningkatkan
pembinaan akhlak umat islam, hingga memiliki sifat dan prilaku yang baik dalam kehidupan
beragama,bermasyarakat dan bernegara. dengan itu dapat terwujudnya ethos kerja
dan ukhuwah islamiyah dalam rangka mewujudkan kerukunan umat manusia dalam hal
beragama, berbangsa dan bernegara [12]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Fungsi dan Peran
Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat Guna Menghadapi Perubahan Sosial Serta Peran
dan Tanggung Jawab Intelektual
Muslim dapat kita hadirkan dalam kehidupan sehari-hari dengan
mempelajari Al-Quran sebagai pedoman hidup. Pedoman yang dimaksudkan disini adalah bagaimana kita
memerankan Al-Quran sebagai dasar
aturan main yang akan kita lakukan dalam kehidupan baik dalam beragama berbangsa dan bernegara. Keterkaitan
Al-Quran dan ilmu pengetahuan dapat
menjadikan kita pribadi yang mampu berfikir kedepan lebih jauh untuk memperoleh kehidupan yang jauh lebih baik.
Perubahan soial yang terjadi di
masyarakat adalah suatu hal yang normal terjadi dalam konsep kemanusiaan, namun untuk menerima suatu perubahan harusnya kita tetap melakukan filter
terhadap perubahan tersebut agar sebagai
umat muslim kita tidak gampang disusupi dengan berbagai macam faham,konsep ide ataupun ideology
yang bukan identitas kita sebagai muslim.
di sisi lain juga sebagai mahasiswa yang bertugas sebagai agent of change sudah selayaknya membawa perubahan
kearah yang lebih baik sebagaimana
tugas yang telah dilaksanakan para cendekiawan muslim ditiap zamannya. Menjadi patron terdepan dalam sebuah gerakan perlawanan terhadap budaya asing yang coba
menghilangkan identitas islam secara
tidak sadar, adalah merupakan bentuk jihad dan bakti terhadap islam itu sendiri. Dalam meningkatkan kualitas hidup
beragama dan bernegara kita harus tetap
berpedoman kepada Akidah,Syari’ah dan Akhlak
guna terwujudnya suatu tatanan yang harmonis dalam system sosial yang selama ini dirindukan oleh para
Muslim sejati di seantero bumi.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Quraish.
1994. Membumikan Al-Quran : Fungsi dan
peran wahyu dalam kehidupan bermasyarakat.Bandung : Mizan
Baiquni, Achmad.1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.
Yogyakarta :PT. Dana Bakhti Prima Yasa
DEPAG,
2000. Sains Menurut Perespektif
Al-qur’an. Jakarta : PT. Dwi Rama
Gazalba, Zidi.
1974. Antropologi Budaya Gaya Baru II,
Jakarta : Bulan Bintang
Soekanto,Soejono
1974. Sosiologi Suatu Pengantar,Yogyakarta
: Penerbit UI,
Madjid,
Nurcholish. 2005 islam,doktrin dan
peradaban : telaah kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan dan kemodernan
jakarta : paramadina
Abdullah, Taufik
ed. 1983. Agama dan perubahan sosial Jakarta : CV Rajawali
[1] Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Mizan khasanah
ilmu-ilmu islam , hal. 33-40
[2] Achmad Baiquni, Al-Qur’an
dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, PT. Dana
Bakhti Prima Yasa, Yogyakarta,
1997. h. 17.
[6] Nurcholish
madjid, islam,doktrin dan peradaban :
telaah kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan dan kemodernan (jakarta
: paramadina, 2005) Cet. Ke5, h. 426
[11] Taufik
Abdullah, ed, Agama dan perubahan sosial
( Jakarta : CV Rajawali, 1983), Cet ke-1 h.293 294
Tidak ada komentar:
Posting Komentar