Rabu, 03 September 2014

ISLAM DAN PERUBAHAN SOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATAR BELAKANG
        Islam dalam arti agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., lahir bersama dengan turunnya Al-Quran lima belas abad yang lalu. Masyarakat Arab jahiliyah adalah masyarakat pertama yang bersentuhan langsung dengan Al-Quran, serta masyarakat pertama pula yang merubah pola pikir,sikap dan tingkah lakunya, sebagimana dikehendaki oleh agama Islam. Masyarakat jahiliah memiliki pola pikir ,sikap, perangai yang terpuji dan tercela. Dalam hal ini,Islam menerima dan mengembangkan potensi yang terpuji, menolak dan meluruskan yang tercela. Ada beberapa kebiasan masyarakat jahiliah pada zaman itu yang tercela yakni penyembahan berhala, pemujaan kepada Ka’bah secara berlebihan, praktik perdukunan dan mabuk-mabukan. dan beberapa sifat positifnya yakni semangat keberanian dan bakti kepada suku. Perubahan dapat terlaksana akibat adanya pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Al-Quran,serta kemampuan memanfaatkan dan menyesuaikan diri dengan hukum-hukum dan sejarah. Kedua hal ini dijelaskan secara gamblang oleh Al-Quran. Kitab Al-Quran sendiri adalah kitab pertama yang dikenal ummat manusia sebagai kitab yang berbicara tentang hukum-hukum sejarah dalam masyarakat dan bahwa hukum tersebut sebagaimana hukum alam tidak mungkin mengalami perubahan (baca antara lain QS 33:62;35:43). Uraian yang ada didalam Al-Quran tentang hukum tersebut adalah suatu hal yang wajar karena sejak awal ia (Al-Quran) memperkenalkan dirinya sebagai kitab yang berfungsi membawa perubahan yang positif. atau meminjam ayat yang ada didalam Al-Quran yakni Mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju terang benderang (QS 14:1) Al-Quran sebagai pendorong dan pemandu demi berperannya manusia secara positif dalam berbagai aspek di kehidupan muka bumi.

B.  RUMUSAN MASALAH                 
      1. Bagaimana konsep dan tujuan pokok Al-Quran ?
      2. Jelaskan keterkaitan Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan ?
      3. Bagaimana islam memandang perubahan masyarakat dan sosialnya ?
      4. Bagaimana Peran dan fungsi wahyu dalam menghadapi perubahan sosial serta peran dan tanggung jawab para intelektual muslim ?

      C. TUJUAN PENULISAN      
            Berdasarkan point rumusan masalah diatas kita dapat mengetahui bagaimana bukti kebenaran wahyu yang tertuang di dalam Al-Quran konsep dan tujuan pokok Al-Quran, kesinambungannya terhadap ilmu pengetahuan dan perubahan masyarakat  yang selama ini sudah melenceng jauh dari koridoor keislaman serta peran dan fungsi wahyu dalam menghadapi perubahan sosial dimasyarakat dan bagaimana peran intelektual muslim didalamnya

      D.  MANFAAT PENULISAN
            Manfaat yang dimaksudkan adalah bagaimana meningkatkan pisau analisis terhadap perkembangan zaman pada hari ini yang memperhadapkan islam dalam benturan peradaban di era globalisasi serta bagaimana peran dan fungsi wahyu sebagai pedoman ummat muslim dunia dalam rangka mempersiapkan dirinya menghadapi tantangan zaman dan juga tanggung jawab para intelektual muslim didalamnya serta bagi para pembaca dapat mengetahui dan memahami apa yang hari ini dihadapi oleh ummat muslim dalam perkembangan peradaban yang semakin maju agar tetap berpegang teguh pada konsep keislaman dan Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Konsep dan tujuan pokok Al-Quran
      Agama islam, agama yang kita anut dan dianut oleh ratusan juta kaum muslim diseluruh dunia merupakan way of life yang memberikan jaminan kepada para pemeluknya untuk bahagia didunia dan diakhirat kelak. Ia mempunyai satu sendi utama yang esensial : berfungsi member petunjuk ke jalan yang sebaik-baiknya sebagaimana firman-Nya Sesungguhnya Al-quran ini memberi petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS 17:9)
Al-Quran memberikan petunjuk dalam persoalan akidah syari’ah dan akhlak dengan jalan memberikan dan meletakkan dasar yang prinsipil mengenai persoalan tersebut dan Allah SWT menugaskan Rasul saw untuk memberikan keterangan yang lengkap mengenai dasar-dasar tersebut : kami telah turunkan kepadamu Al-Quran untuk kamu terangkan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka agar mereka berfikir” (QS 16:44)
apa yang ada didalam Al-Quran memberikan bimbingan kepada kaum muslimin menuju jalan yang di ridahi Tuhan disamping mendorong mereka untuk berjihad dijalan Allah, sambil memberikan didikan akhlak.
dari sejarah diturunkannya kitab suci Al-Quran  dapat diambil beberapa tentang tujuan pokoknya yakni sebagai petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut manusia yang tersimpul dalam keimanan dan keesaan Tuhan dan kepercayaan adanya kepastian di hari pembalasan dan petunjuk mengenai akhlak yang murni dan jalan menerangkan  norma keagamaan dan susila yang harus di ikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual ataupun kolektif. Serta petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti manusia dalam hubungannya dengan tuhan dan sesama atau dengan kata lain “Al-Quran jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat”[1]
B.     Keterkaitan Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan
      Al-Quran demikian menghormati kedudukan ilmu dengan penghormatan yang tidak ditemukan bandingannya dalam kitabkitab suci yang lain. Sebagai bukti, Al-Quran menyifati masa Arab pra-Islam dengan jahiliah (kebodohan). Di dalam Al-Quran terdapat beratus-ratus ayat yang menyebut tentang ilmu dan pengetahuan. Di dalam sebagian besar ayat itu disebutkan kemuliaan dan ketinggian derajat ilmu.Dalam rangka mengingatkan tentang anugerah yang telah diberikan kepada manusia, Allah berfirman:
"Allah mengajarkan kepada manusia apa yang tidak mereka ketahui."         (QS 96:5)
"Allah meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman dan mempunyai ilmu." (QS 58:11)
“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?" (QS 39:9)
Di samping itu masih banyak ayat lain yang menyatakan tentang kemuliaan ilmu. Dan dalam hadis-hadis Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait - yang kedudukannya mengiringi Al-Quran - terdapat dalil-dalil yang tidak terhitung banyaknya tentang anjuran untuk mencari ilmu, arti penting dan kemuliaannya.
Ayat-ayat Al-Qur'an merupakan petunjuk manusia tidak saja untuk kehidupan akherat namun juga untuk kebaikan kehidupan di dunia. Ilmu pengetahuan dan Teknologi adalah salah satu sarana manusia untuk menuju kehidupan di dunia lebih baik. Oleh sebab itu, dalam Al-qur'an pun tak luput memberikan petunjuk tentang ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kehidupan manusia.Membuka dan membaca mushaf Al-Qur'an, kita akan menemukan ratusan ayat yang membicarakan tentang petunjuk untuk memperhatikan bagaimana cara kerja Alam dunia ini. Tidak kurang dari 700 ayat dari 6000-an          ayat Al-Qur'an memberikan gambaran kepada manusia untuk memperhatikan alam sekitarnya. Selain itu, biasanya ayat-ayat yang membahasnya diawali maupun diakhiri dengan sindiran-sindiran seperti; "apakah kamu tidak memperhatikan?", "Apakah kamu tidak berpikir?", "Apakah kamu tidak mendengar?", "Apakah kamu tidak melihat?". Sering pula di akhiri dengan kalimat seperti "Sebagai tanda-tanda bagi kaum yang berpikir", "Tidak dipahami kecuali oleh Ulul Albaab". Demikianlah Mukjizat terakhir Rasul, yang selalu mengingatkan manusia untuk mendengar, melihat, berpikir, merenung, serta memperhatikan segala hal yang diciptakan Allah di dunia ini.
      Berkat dorongan ayat-ayat tersebutlah, ulama-ulama pada abad ke 8-10 Masehi di Timur Tengah mampu mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan yang berlandaskan pada riset (dengan cara mendengar, melihat, memperhatikan,merenungkan,dan memikirkan) dan mengimplementasikannya dalam bentuk alat-alat maupun metode yang berguna bagi kehidupan manusia. 
Membuka kembali lembaran sejarah masa kejayaan Islam, kita akan mendapati  begitu banyak sumbangsih umat Islam bagi dunia Ilmu pengetahuan dan teknologi.  Pada masa itu, dunia di luar Islam diselubungi kegelapan Ilmu. Perdukunan, mantra dan jampi-jampi menjadi jalan untuk pengobatan. Namun berbeda di dunia Islam, seorang Ibnu Sina telah mengembangkan berbagai metode pembedahan manusia, dialah sang bapak kedokteran modern. Karya monumentalnya,Alqanun fi At Tib (yang diterjemahkan ke Eropa menjadi  CANON), menjadi rujukan utama dunia kedoktekan sampai  abad ke 19. 
Kita juga harus berterima kasih kepada Al-Khawarizmi, yang telah mengembangkan metode Al-goritma.  Kenapa disebut Al-goritma? Al-goritma merupakan aksen eropa dari nama al-khawrizmi. Seperti ilmuwan lainnya, Ibnu Sina menjadi  Avecina, Ibnu Rusyd menjadi Averoes.  Dan masih banyak lagi penemuan-penemuan di dunia Islam pada masa itu seperti, metode fotografi paling awal yang disebut ruang gelap, jam air, piston.
Namun alangkah ruginya, umat Islam saat ini yang kurang sekali mengapresiasi kandungan Al-Qur’an, akibat banyaknya muslim yang tidak paham bahasa Al-Qur’an (Bahasa Arab), meskipun hanya sebatas pemahaman tingkat dasar. Akibat tidak paham bahasa Al-Qur’an, membaca Al-Qur’an hanya sebatas ritual saja (meskipun begitu dasyatnya Al-Qur’an, sehingga orang yang tidak paham maksudnya pun dapat menjadi tenang hatinya). Bahkan banyak generasi muda yang enggan untuk sekedar menyentuhnya, apalagi untuk membacanya. Hal ini tidak lain disebabkan oleh minimnya pengetahuan generasi muda Islam tehadap bahasa Al-Qur’an.[2]
Membahas hubungan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang dikandungnya, tetapi yang lebih utama adalah melihat : adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, karena kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya diukur melalui sumbangan yang di berikan kepada masyarakat atau kumpulan ide dan metode yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai pengaruh (positif atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
Sejarah membuktikan bahwa Galileo ketika mengungkapkan penemuan ilmiahnya tidak mendapat tantangan dari satu lembaga ilmiah, kecuali dari masyarakat dimana ia hidup. Mereka memberikan tantangan kepadanya atas dasar kepercayaan agama. Akibatnya, Galileo pada akhirnya menjadi korban penemuannya sendiri.
Dalam Al qur’an ditemukan kata-kata “ilmu” dalam berbagai bentuknya yang terulang sebanyak 854 kali. Disamping itu, banyak pula ayat-ayat Al qur’an yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya, sebagaimana dikemukakan oleh ayat-ayat yang menjelaskan hambatan kemajuan ilmu pengetahuan, antara lain :
       Subjektivitas (a) suka dan tidak suka (baca antara lain, QS 43:78 ; 7:79); (b)         taqlid atau mengikuti tanpa alasan (baca antara lain, QS 33:67 ; 2:170).
          Angan-angan dan dugaan yang tak beralasan (baca antara lain, QS 10:36).
           Bergegas-gegas dalam mengambil keputusan atau kesimpulan (baca antara   lain QS 21:37).
      Sikap angkuh (enggan untuk mencari atau menerima kebenaran) (baca antara lain QS 7:146)[3].
Di samping itu, terdapat tuntutan tuntutan antara lain :
Jangan bersikap terhadap sesuatu tanpa dasar pengetahuan (QS 17:36), dalam arti tidak menetapkan sesuatu kecuali benar-benar telah mengetahui dulu persoalan (baca antara lain QS 36:17), atau menolaknya sebelum ada pengetahuan (baca antara lain, QS 10:39).
      Jangan menilai sesuatu karena factor ekstern apa pun walaupun dalam dalam pribadi tokoh yang paling diagungkan.
Ayat- ayat semacam inilah yang mewujudkan iklim ilmu pengetahuan dan yang telah melahirkan pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan Islam dalam berbagai disiplin ilmu. “tiada yang lebih baik dituntun dari suatu kitab akidah (agama) menyangkut bidang ilmu kecuali anjuran untuk berpikir, serta tidak menetapkan suatu ketetapan yang menghalangi umatnya untuk menggunakan akalnya atau membatasinya menambah pengetahuan selama dan dimana saja ia kehendaki. Inilah korelasi pertama dan utama antara Al qur’an dan ilmu pengetahuan.
Korelasi kedua dapat ditemukan pada isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar dalam sekian banyak ayat Al qur’an yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagian nya telah diketahui oleh masyarakat arab ketika itu. Namun apa yang mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam perinciannya.


Dalam dalam penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al qur’an, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal pula hal yang perlu di garisbawahi, yaitu (1) Bahasa (2) konteks ayat-ayat ; dan (3) sifat penemuan ilmiah

C.    Islam dan Perubahan Sosial
      Alam ini selalu dalam perubahan. Dalam filsafat metafisika filosof berkata,  tidak ada yang ada, yang ada itu ialah perubahan. “Panta rei”, kata Heraklitos. Semua mengalir bagai air di sungai. Islam menyebut alam itu “makhluk”, yang diciptakan. Tuhan sebagai pencipta disebut khalik. Makhluk itu senantiasa dalam perubahan, hanya Khaliklah yang serba tetap. Pelajarilah sejarah bumi kita ! Dari tidak ada suatu ketika is menjadi ada. Dari
matahari is lahir 3.350 juta tahun yang lalu. Ketika itu bumi berbentuk bintang kabut pijar. Tidak ada air setetespun di bumi. Perubahan-perubahan dalam jarak waktu hampir semilyar tahun, menjadikan bumi dingin. Terbentuk kerak bumi, gunung, batuan, sungai, laut. Tetapi tak satu pun ada kehidupan di bumi. Kira-kira dua milyar tahun yang lalu baru ada hayat yang pertama di dalam air. Sejarah perubahan bumi dua milyar tahun terakhir berlangsung bersama dengan evolusi flora dan fauna, yang tumbuh dan berkembang di permukaan bumi. Perubahan demi perubahan yang dialami oleh lumut karang, setelah dua milyar tahun terbentuklah tumbuh-tumbuhan berbunga. Teori evolusi beranggapan fauna dimulai oleh binatang satu sel dua milyar
tahun yang lalu, berujung dengan beberapa juta terakhir dengan manusia.
Demikianlah jagat raya dengan nebula serta bintang-bintangnya berubah. Bumi berubah. Hewan, tanaman, lautan, sungai, daratan, pegunungan, pantai pulau-pulau berubah serba terus Manusia sebagai makhluk juga dikenal oleh hukum perubahan. Dari tidak ada suatu ketika is menjadi ada. Dalam “adanya” itu is mengalami perubahan demi perubahan. Dari bayi is menjadi kanak-kanak, menjadi pemuda, dewasa, tua, mati. Kalau filsafat meterialisme menutup riwayat hidup manusia dengan kematian, Islam mengajarkan masih berlanjutnya eksistensi manusia di seberang kuburan. Tetapi riwayat manusia setelah wafat inipun berubah-ubah : di alam barzakh roh menunggu kedatangan kiamat, kepada roh diberikan lagi jasad, mulailah perjalanan menuju tempat pembalasan “nar” dan “jannah”. Di dalam tempat-tempat itupun manusia mengalami perubahan-perubahan melalui pengalaman-pengalamannya.[4] Perubahan dan perkembangan yang terjadi di masyarakat merupakan hal yang pasti terjadi. Karena alam semesta tempat hidup manusia ini adalah baru, yang ada setelah tiada yang selalu bergerak dan berubah-ubah, tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu sebenarnya perubahan itu merupakan salah satu ciri bahwa masyarakat itu ada dan hidup. Bahkan berfirman Allah
mengisharatkan bahwa manusia harus berubah jika ingin mencapai
kehidupan yang lebih baik :“... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum, hingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri.. “. ( al-Ra’du: 11)  Perubahan-perubahan yang terjadi tidak hanya pada aspek tertentu, tetapi bersifat menyeluruh, meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat baik secara material, maupun immaterial. Karena itu definisi perubahan sosial itu menjadi luas, namun secara umum dapat ditafsirkan bahwa pada prinsipnya perubahan sosial adalah sebuah proses. Yakni sebuah proses yang melahirkan perubahan-perubahan di dalam struktur dan fungsi suatu sistem kemasyarakatan. Dalam ilmu sosial, faktor-faktor pendukung perubahan sosial menjadi tiga yakni; 1) adanya penemuan baru; 2) pertumbuhan penduduk; dan 3) kebudayaan. Faktor ketiga ini secara timbal balik dapat mendorong perubahan pada bentuk dan hubungan sosial kemasyarakatan. Terkait dengan perubahan sosial, maka hukum Islam yang berfungsi sebagai pagar pengaman sosial atau pranata sosial, memiliki dua fungsi; pertama, sebagai control sosial, dan kedua, sebagai nilai baru dan proses perubahan sosial. Jika fungsi yang pertama ditempatkan sebagai “cetak biru” Tuhan selain sebagai kontrol sosial juga sekaligus sebagai social engineering terhadap keberadaan suatu komunitas masyarakat. Sementara yang kedua, lebih merupakan produk sejarah yang dalam batas-batas tertentu diletakkan sebagai justifikasi terhadap tuntutan perubahan sosial, baik dalam budaya dan maupun politik. Karena itu perubahan sosial akan berjalan pincang jika tidak ada alat kontrol terhadap proses interaksi social[5]

Nurcholish Madjid berpendapat bahwa sikap pasrah kepada Tuhan adalah hakekat dari pengertian islam. Sikap ini tidak hanya merupakan ajaran tuhan kepada hamba-Nya tetapi ia diajarkan terhadap sangkutan alam itu sendiri yang artinya sebagai pemenuhan alam manusia, sehingga pertumbuhan perwujudannya selalu dari dalam tidak tumbuh apalagi dipaksakan dari luar dan jika dipaksakan dari luar islam kehilangan dimensi paling dasarnya serta mendalam yakni kemurnian dan keikhlasan[6]
Berbicara tentang perubahan sosial tidak lengkap rasanya bila kita tidak menoleh perkembangan perubahan yang dialami manusia dalam hal teknologi dan dapat dilihat berbagai macam perubahan yang besar misalnya :

Sebelum perubahan
Sesudah perubahan
Tanah dikerjakan dengan cangkul
Tanah dikerjakan dengan traktor
Pabrik menggunakan alat sederhana
Pabrik menggunakan tenaga mesin
Adanya perdagangan antar desa
Adanya perdagangan antar negara

Perubahan yang terjadi dalam lingkup masyarakat mau tidak mau akan menimbulkan beberapa pola pikir yang baru dikalangan masyarakat dan perubahan ini bukanlah perubahan dari satu orang namun perubahan yang didasari secara sadar oleh satu kelompok masyarakat. Perubahan seperti ini layak dan normal adanya karena sifat masyarakat yang dinamis dan selalu mencari terobosan baru dan ketidakpuasan terhadap sesuatu yang dianggap cenderung ribet,lamban berbelit-belit sehingga memberikan kesadaran agar sesuatunya berjalan dengan cepat praktis dan pragmatis. Sifat inilah yang dinamakan perubahan sosial yang dibawa oleh masyarakat itu sendiri.
Ummat islam dihadapkan pada perubahan masyarakat dan kemajuan teknologi yang begitu pesat sehingga perlunya suatu kesadaran yang harus dibangun oleh para muslim dunia untuk tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman yang ada didalam Al-Quran.
Rumusan yang dimaksudkan islam dalam memandang perubahan sosial yakni adanya sentiment kolektif dalam struktur internal ummat islam sendiri yaitu didasari dengan nilai rumusan Iman, Ilmu dan Amal. dengan seperti itu transformasi perubahan sosial dalam islam disandarkan pada misi ideologisnya. Yaitu cita-cita untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahyi al-munkar didalam masyarakat dalam rangka tu’minuna billahi (keimanan kepada Tuhan)[7]    

D. Peran dan fungsi wahyu dalam menghadapi perubahan sosial
      wahyu yang sebagaimana telah terkodifikasi didalam Al-Quran memiliki kaitan erat terhadap manusia itu sendiri. Manusia yang dinamis serta syarat akan perubahan dan transformative sangat jelas membutuhkan suatu tuntunan dan pedoman. Islam dan Ummatnya dikaruniai kitab yang bernama Al-Quran harusnya bersyukur akan segala bentuk petunjuk yang ada dan telah tertulis didalamnya. yah maksud saya menuliskan kalimat ini adalah memberikan gambaran bagaimana wahyu berperan sebagai pedoman hidup ummat muslim dalam menghadapi perubahan sosial. idealnya perubahan sosial yang terjadi di masyarakat pada umumnya dan yang terjadi pada ummat muslim pada khususnya harus terkawal baik oleh nilai-nilai keislaman yang seharusnya dan asas-asas sosial pada umumnya tetapi pada masyarakat muslim ternyata kawalan itu tidak ada atau lemah. Mereka (Ummat muslim) kurang mengetahui apa yang seharusnya berubah dan apa yang seharusnya tidak dapat berubah.
Jika dikaji lebih mendalam tentang sudut pandang ummat islam ternyata banyak yang menolak perubahan. terutama aliran kaum tua keras menolak perubahan ini terutama perubahan yang sifatnya makna baru seperti konsep,ide,teori,prinsip atau tindakan. Mereka berpendapat bahwa perubahan yang mereka tentang untuk menyelamatkan agama dan keyakinan mereka. Jika saya mamberikan penilaian terhadap pandangan menolak perubahan atas dasar menyelamatkan agama mungkin saya memberikan penilaian yang separuh benar karena menurut saya perubahan itu perlu dan harus selama itu merujuk pada kebaikan dan penyesuaian yang baik dan tidak keluar dari asas dan dasar keislaman karena yang tidak boleh berubah dan diubah adalah dasar prinsip dari islam itu sendiri. Jika ada yang menolak secara keras dan frontal berarti ada yang menerima secara terang-terangan dan tanpa batas. Sebenarnya islam menerima bentuk perubahan yang baik dan selama itu tidak keluar dari wilayah prinsip keislaman. Namun entah karena pengaruh yang baru atau terciptanya sesuatu yang baru ataupun karena difusi, asimilasi dan akulturasi sehingga penyambutan sebuah perubahan tanpa filterisasi yang terus bergejolak pada hari ini terus padat merayap mengelilingi ummat muslim.
Dalam makalah ini saya berani dan terang-terangan mengatakan bahwa pemahaman tentang islam pada hari ini khususnya pada masyarakat modern telah keliru. Mengapa saya katakan demikian karena, pada hari ini ummat muslim dengan senangnya menyambut perubahan-perubahan yang jelas tidak didasari dan berlandaskan pada nilai keislaman itu sendiri. inilah yang harus kita perangi dan lawan. Saya memberikan contoh bagaimana perubahan yang dialami manusia modern pada hari ini dengan menerima segala bentuk mode dan gaya hidup yang berorientasi pada westernisasi sebuah budaya yang bukan identitas ummat muslim. mulai dari yang paling sederhana gaya berpakaian, yang terus menerus mendengungkan ditelinga kaum wanita muslim agar berpenampilan cantik dengan pakaian yang terbuka dan memperlihatkan auratnya. Atau hegemoni media yang terus mengiklankan mode westernisasi agar saudara-saudara muslim kita berkiblat kepadanya dalam hal perubahan dan mengabaikan syariat islam sendiri. Sebuah renungan       bagi kita semua karena pada hari ini kita terus disusupi dan dicekoki oleh hal-hal yang menjanjikan perubahan yang baik dan modern dengan iming-iming dianggap update dan tidak ketinggalan zaman. Apakah ini identitas kita menerima segala bentuk perubahan tanpa didasari saringan keagamaan dan keislaman kita ? jelas tidak, sekali lagi saya mengatakan perangi dan lawan segala bentuk perubahan yang terus mengikis syariat islam. itu hanyalah sedikit dari sekian banyak perubahan yang ditawarkan diluar sana, belum termasuk tawaran perubahan ideology, prinsip, system yang tidak memanusiakan manusia atau system ekonomi kapitalis yang tidak memikirkan kebaikan ummat malah memikirkan kesejahteraan segelintir orang. Perangi dan Lawan!
inilah yang saya maksudkan wahyu sebagai pedoman hidup agar segala bentuk perubahan yang coba mengikis syariat islam dapat kita bendung dengan penuh percaya diri dan berlandaskan wahyu.

Al-Quran Al-Karim dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu dan filsafat manusia dapat disimpulkan mengandung tiga hal pokok :
pertama, tujuan :
1.      Akidah atau kepercayaan kepada Tuhan dengan segala sifat-sifatnya, Wahyu, dan segala kaitannya dengan antara lain Kitab-kitab Suci, Malaikat dan para Nabi serta hari kemudian bersama balasan dan ganjaran dari Tuhan.
2.      Budi Pekerti, yang bertujuan mewujudkan keserasian hidup bermasyarakat dalam bentuk antara lain gotong royong, amanat, kebenaran, kasih sayang, tanggung jawab, dan lain-lain
3.      Hukum-hukum yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia, manusia dengan Tuhannya serta manusia dengan alam sekitarnya.[8]
            Lewat ketiga penjelasan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam   kehidupan sehari hari sebagai ummat muslim pada khususnya dan   masyarakat sosial pada umumnya.
            Dan ketiga hal tersebut diusahakan pencapaiannya oleh Al-Quran melalui   empat cara yakni :
1.      Menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya, langit dan bumi, bintang-bintang, udara,darat,lautan dan sebagainya, agar manusia melalui perhatiannya mendapat manfaat berganda dengan maksud menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan dan memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan bumi dimana ia hidup.
2.      Menceritakan peristiwa-peristiwa sejarah untuk memetik pelajaran dari pengalaman masa lalu.
3.      Membangkitkan rasa yang terpendam dalam jiwa yang dapat mendorong manusia untuk mempertanyakan dari mana ia datang, bagaimana unsur-unsur dirinya apa arti hidupnya dan kemana akhir hayatnya (yang jawabanya diberikan oleh Al-Quran)
4.      Janji dan ancaman baik di dunia (yakni kepuasaan bathin dan kebahagiaan hidup bahkan kekuasaan bagi yang taat, dan sebaliknya bagi yang durhaka) maupun di akhirat dengan janji surga atau neraka[9]        
            Dengan melalui empat cara  tersebut wahyu berfungsi sebagai          peringatan,anjuran,pembelajaran dan pendorong rasa yang terpendam         dalam diri manusia. yang dimaksudkan sebagai peringatan yakni akan             adanya hari pembalasan agar manusia tetap berpegang teguh pada syariat    islam, menganjurkan manusia untuk memperhatikan apa yang ada   disekitarnya agar ia belajar dalam kehidupannya di muka bumi ini sebagai             utusan Tuhan untuk mengelola bumi dengan baik, sebagai bahan untuk       menceritakan peristiwa penting yang terjadi agar menjadi pembelajaran.
Dalam buku karangan Dr. M. Quraish Shihab yang berjudul Membumikan Al-Quran menjelaskan tentang fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan     bermasyarakat yang didalamnya mencarikan jalan keluar akan             problematika ummat pada hari ini dengan winning solution aturan main       yang ada di dalam Al-Quran dengan kata lain sebagai pedoman hidup       ummat muslim inilah yang paling murni dan substansial tentang Al-Quran selaku pedoman hidup yang akan membawa kebaikan bagi seluruh mereka yang berpegang teguh kepada Al-Quran.
E.     Peran dan Tanggung Jawab Intelektual Muslim

Siapakah Intelektual Muslim ?
            Untuk memahami siapa yang dimaksud intelektual muslim baik kiranya kita memahami ayat-ayat 190 sampai 195 surat Ali-Imran  yang dapat memberikan gambaran walaupun secara umum tentang siapa gerangan mereka menurut pandangan Al-Quran. Didalam ayat tersebut secara jelas digarisbawahi ciri-ciri atau sifat berikut : (a) Berzikir dan mengingat Tuhan dalam segala situasi dan kondisi apapun. (b) memikirkan dan memperhatikan segala fenomena alam raya yang pada manfaatnya memberikan manfaat ganda, yaitu memahami tujuan hidup dan kebesaran Tuhan serta memperoleh manfaat dari rahasia alam raya untuk kebahagiaan dan kenyamanan hidup duniawi (c) Berusaha dan berkreasi dalam bentuk nyata, khususnya dalam kaitan hasil-hasil dari pemikiran dan perhatian tersebut. Dari sini jelas peran mereka tidak hanya terbatas pada perumusan dan pengarahan tujuan tetapi sekaligus harus memberikan contoh pelaksanaan serta sosialisasinya ditengah masyarakat. seseorang yang memperoleh kemampuan berpikir dengan hasil tersebut diatas dinamai oleh Al-Quran sebagai “ulama” atau cendekiawan apapun disiplin ilmu yang ditekuninya. (perhatikan surah fathir 28 dan Al-syu’ara 197). Predikat Muslim menuntut dari yang bersangkutan sifat-sifat tertentu yang harus menghiasi dirinya, yaitu sifat rabbani dan khasiyah. sifat rabbani yang dipahami dari ayat pertama pada wahyu pertama menuntut pemiliknya untuk mengajarkan Kitab Suci dan terus menerus mempelajarinya ayat diatas persisinya berbunyi : “jadilah kamu rabbanyyin karena kamu slalu mengajarkan Al-Kitab dan kamu terus menerus mempelajarinya” sementara sifat khassyah yang harus dimiliki oleh ilmuwan  (father 28, dan lain lain) menghasilkan rasa tunduk dan patuh kepada tuhan sehingga segala tingkah laku aktifitasnya merupakan suri tauladan bagi para masyarakat sekitarnya.   
Peran dan Tanggung Jawab                                               
 Uraian diatas jelas bahwa para intelektual muslim dituntut pertama,untuk terus menerus mempelajari Kitab Suci dalam rangka mengamalkan dan menjabarkan nilai-nilainya yang bersifat umum agar dapat ditarik darinya petunjuk yang dapat disumbangkan atau diajarkan   kepada masyarakat, bangsa dan negara yang selalu berkembang berubah  dan bertambah kebutuhannya. Dan itulah tujuan mengapa para intelektual             muslim ini dituntut untuk terus berilmu dan beriman serta  mengaplikasikan nilai-nilai Al-Quran dalam dirinya itu pula tujuan surah Al-Baqarah 213 dan  sebab mereka diperintahkan untuk selalu belajar  dan mengajarkan kearifan Al-Quran. Kedua,mereka juga dituntut untuk terus mengamati ayat-ayat Tuhan di alam raya ini baik dari dalam diri manusia secara perorangan maupun secara kelompok bermasyarakat, serta mengamati fenomena alam ini mengharuskan mereka untuk peka terhadap kenyataan alam dan kehidupan sosial di sekitar mereka. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa peran mereka tidak hanya sebagai perumus dan pengarah tujuan tetapi sekaligus sebagai contoh pelaksana serta sosialisasinya.Ilmu serta hasil pemikiran para intelektual baru akan r     relevan, sebagai sumber untuk memenuhi segala aspek kehidupan yang terus berkembang dan meningkat, dan bila dirangkaikan dengan segi yang praktis (teknologi). Itulah arti ungkapan “ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon tanpa buah”. [10]
Dalam kehidupan bernegara, para intelektual Muslim di masa silam telah berpartisispasi aktif bukan hanya terbatas pada perumusan dasar negara pancasila melainkan dalam pembentukannya, karena pembentukan suatu wadah atau negara dimana petunjuk agama dapat direalisasikan merupakan kewajiban yang dibebankan oleh agama. Salah satunya dimasa silam peran aktif dari para cendekiawan muslim yakni pada tahun 1950 telah dirintis pengadaan Universitas Islam. Usaha untuk mendirikan perguruan tinggi islam ini sejalan dengan timbulnya perubahan sosial dan pola pikir masyarakat serta desakan masyarakat pula pada umumnya untuk mendirikan perguran tinggi yang bersifat islam baik negeri maupun swasta. Dalam hal ini pun dipelopori oleh tokoh-tokoh muslim dari partai islam  dan organisasi-organisasi islam usaha mendirikan pendidikan tinggi islam diwujudkan seperti berdirinya UMI (Universitas Muslim Indonesia) pada tahun 1958 yang terletak di jalan Kakatua No. 27 dan ketika Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) dibuka di Makassar dengan mempergunakan gedung UMI sebagai tempat menumpang sementara maka modal pertama IAIN dalam perkembangannya mengintegrasikan ketiga fakultas UMI yang ada menjadi fakultas dalam lingkungan IAIN berturut-turut Fakultas Syariah ditahun 1962 Tarbiyah ditahun 1964 dan Ushuluddin ditahun 1975. Ternyata para cendekiawan muslim tidak hanya sebagai contoh tauladan dalam ummat islam melainkan sebagai pembawa perubahan dan pembaharuan yang contohnya begitu dekat dengan kita khususnya perkembangan pendidikan perguruan tinggi islam.[11]

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, para intelektual Muslim memiliki peran dan tanggung jawab yang tidak biasa bahkan melebihi dari pihak-pihak lain yang meliputi :
1.      Ketahanan di bidang ideology ini berakar pada keperibadian bangsa yang tertuang pada pancasila yang keseluruhannya sejalan dengan ajaran agama para intelektual muslim pun berperan sebagai tameng dalam memfilter budaya asing yang masuk dan tidak sesuai dengan keperibadian bangsa atau tidak memperkaya kebudayaannya. salah satunya dengan cara memerangi nilai yang memperlemah dan membahayakan bangsa dan wawasannya atau menjauhkannya dari kemajuan serta perubahan kearah yang lebih baik. Ketahanan dalam bidang ideology ini yang dilakukan Baginda Rasulullah Saw dalam rangka mempertahankan kedaulatan ummatnya dan sebagai pembelajaran ummatnya pada masa itu.
2.      Ketahanan di bidang politik Bidang ini mutlak diperlukan dalam rangka stabilitas politik yang merupakan tumpuan harapan bangsa. Pada hakikatnya ini merupakan tumpuan ajaran agama dalam kehidupan bernegara. Karenanya para intelektual Muslim dituntut didalam bernegara dan agamanya untuk dapat mengatasi situasi politik yang keruh hal ini secara gamblang dinyatakan oleh Nabi dalam sabdanya : “imam (pemerintah) yang berlaku aniaya lebih baik dari kekacauan. Walaupun keduanya jelek, namun dalam beberapa kejelekan hendaknya terdapat pilihan”  
3.      Ketahanan di bidang ekonomi ini memerlukan usaha pembangunan ekonomi yang adil dan merata di tiap lini artinya harus menyentuh semua pihak (Al-Hasyr 7) secara konseptual dan actual. Para intelektual muslim ini dituntut untuk memikirkan dan mengusahakan penjabaran tersebut. Peran intelektual Muslim didambakan dalam merumuskan pola praktis dalam rangka pemanfaatan ibadah amaliyah seperti zakat,infaq,shadaqah dan waqaf. yang kesemuanya merupakan sarana ketahanan dibidang ekonomi.
4.      Ketahanan dibidang sosial budaya. Bidang ini memerlukan rasa senasib dan sepenanggungan serta harmoni sosial yang hanya dapat dicapai jika masing-masing menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta mengakui dan menghargai eksistensi pihak lain. Demikian, sebab perbedaan-perbedaan harus dimanfaatkan  guna mewujudkan kerja sama serta perlombaan dibidang kebajikan (lihat Al-Hujurat 13 ; Al-Maidah 48; dan Saba’ 24)
5.      Ketahanan dibidang pertahanan dan keamanan. Dalam kehidupan bermasyarakat para intelektual Muslim  diharapkan berperan sebagai unsur control sosial cita-cita ini dapat diwujudkan  pada usaha-usaha  kearah butir-butir berikut :
A.    Mempertebal dan memperkokoh iman kaum muslimin hingga tidak tergoyahkan oleh pengaruh negative dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,atau faham yang membahayakan agama, bangsa dan negara. dan juga sebagai patron terdepan agar ummat muslim terpanggil untuk meningkatkan pemahaman terhadap bangsa,agama dan negara.
B.     Meningkatkan tata kehidupan umat dalam arti luas dengan memberikan kesadaran bahwa berusaha menjadikan suatu hal untuk lebih baik kedepannya. Dan tidak dapat dicapai tanpa kerja keras serta kesadaran akan keseimbangan hidup di dunia dan akhirat.
C.     Meningkatkan pembinaan akhlak umat islam, hingga memiliki sifat dan prilaku yang baik dalam kehidupan beragama,bermasyarakat dan bernegara. dengan itu dapat terwujudnya ethos kerja dan ukhuwah islamiyah dalam rangka mewujudkan kerukunan umat manusia dalam hal beragama, berbangsa dan bernegara [12]



                       


BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
   Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat  Guna       Menghadapi Perubahan Sosial Serta Peran dan Tanggung Jawab       Intelektual Muslim dapat kita hadirkan dalam kehidupan sehari-hari    dengan            mempelajari Al-Quran sebagai pedoman hidup. Pedoman yang       dimaksudkan disini adalah bagaimana kita memerankan Al-Quran sebagai            dasar aturan main yang akan kita lakukan dalam kehidupan baik dalam   beragama berbangsa dan bernegara. Keterkaitan Al-Quran dan ilmu    pengetahuan dapat menjadikan kita pribadi yang mampu berfikir kedepan lebih jauh untuk memperoleh kehidupan yang jauh lebih baik. Perubahan      soial yang terjadi di masyarakat adalah suatu hal yang normal terjadi    dalam konsep kemanusiaan, namun untuk menerima suatu perubahan          harusnya kita tetap melakukan filter terhadap perubahan tersebut agar       sebagai umat muslim kita tidak gampang disusupi dengan berbagai macam            faham,konsep ide ataupun ideology yang bukan identitas kita sebagai    muslim. di sisi lain juga sebagai mahasiswa yang bertugas sebagai agent                  of  change sudah selayaknya membawa perubahan kearah yang lebih baik          sebagaimana tugas yang telah dilaksanakan para cendekiawan muslim     ditiap zamannya. Menjadi patron terdepan dalam sebuah gerakan    perlawanan terhadap budaya asing yang coba menghilangkan identitas     islam secara tidak sadar, adalah merupakan bentuk jihad dan bakti   terhadap islam itu sendiri. Dalam meningkatkan kualitas hidup beragama    dan bernegara kita harus tetap berpedoman kepada Akidah,Syari’ah dan Akhlak guna terwujudnya suatu tatanan yang harmonis dalam system     sosial yang selama ini dirindukan oleh para Muslim sejati di seantero    bumi.

DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Quraish. 1994. Membumikan Al-Quran : Fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan bermasyarakat.Bandung : Mizan
Baiquni, Achmad.1997. Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman.  Yogyakarta :PT. Dana Bakhti Prima Yasa
DEPAG,  2000. Sains Menurut Perespektif Al-qur’an. Jakarta :  PT. Dwi Rama
Gazalba, Zidi. 1974. Antropologi Budaya Gaya Baru II, Jakarta : Bulan Bintang                  
Soekanto,Soejono 1974. Sosiologi Suatu Pengantar,Yogyakarta : Penerbit UI,
Madjid, Nurcholish. 2005 islam,doktrin dan peradaban : telaah kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan dan kemodernan jakarta : paramadina 
Abdullah, Taufik ed. 1983. Agama dan perubahan sosial  Jakarta : CV Rajawali



[1]               Dr. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, Mizan khasanah ilmu-ilmu islam , hal. 33-40 
[2]               Achmad Baiquni, Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, PT. Dana Bakhti Prima Yasa,              Yogyakarta, 1997. h. 17.
[3] DEPAG, Sains Menurut Perespektif Al-qur’an, PT. Dwi Rama, 2000. h. 3.
[4]               Sidi Gazalba, Antropologi Budaya Gaya Baru II, (Jakarta : Bulan Bintang, 1974), hal. 121   
[5]               Soejono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”,(Yogyakarta : Penerbit UI, 1974), hal 69
[6]               Nurcholish madjid, islam,doktrin dan peradaban : telaah kritis tentang masalah keimanan, kemanusiaan dan kemodernan (jakarta : paramadina, 2005) Cet. Ke5, h. 426 
[7]               Kuntowijoyo, Paradigma Islam : interpretasi-interpretasi Aksi, h.338
[8]               Dr. M. Quraish Shihab, Op. Cit, hal 61.
[9]               ibid, hal 62.
               
[10]             ibid, halaman 390.
[11]             Taufik Abdullah, ed, Agama dan perubahan sosial ( Jakarta : CV Rajawali, 1983), Cet ke-1 h.293    294
[12]             Quraish Shihab, Op.Cit., hal 391-393

Tidak ada komentar:

Posting Komentar